Rabu 26 Feb 2020 08:35 WIB

Seorang Perempuan Uighur Minta Dibebaskan dari China

Wumaier, perempuan Uighur meminta bebas dari China dan ke Australia bersama suaminya.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.
Foto: Reuters/Thomas Peter
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Seorang istri dan ibu Uighur, Nadila Wumaier menggungah foto tulisan tangan di akun media sosial suaminya. Dalam foto tersebut juga terlihat putra mereka yang baru berusia dua tahun.

"Saya ingin pergi dan bersama suami saya," tulis Wumaier dalam foto tersebut, seperti dilansir dari BBC, Rabu (26/2).

Baca Juga

Wumaier adalah anggota masyarakat minoritas muslim Uighur di Xinjiang, China. Saat ini ia dikabarkan menjadi tahanan rumah bersama putranya.

Setelah pemerintah China mendatangi stasiun televisi Australia dan mengatakan Wumaier berada di China atas pilihannya sendiri, Wumaeir mengunggah tulisan tangannya agar pesannya diketahui orang. Pada  Senin (24/2) suaminya Sadam Abdulsalam sudah menentang klaim pemerintah China tersebut di program yang sama ABCs Q & A News. Abdulsalam sudah mengkampanyekan perjuangan istrinya untuk bisa keluar dari China selama berbulan-bulan.

Walaupun Wumaier bukan warga Australia tapi suami dan anak mereka Lutfy adalah warga Negeri Kanguru. Sebelumnya pemerintah Australia mengajukan permohonan resmi agar mereka dapat meninggalkan China.

"Putra saya warga Australia dan memiliki paspor Australia dan sya tidak pernah bertemu dengannya," kata Abdulsalam di stasiun televis ABC.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan China menahan sekitar satu juta muslim Uighur dan muslim lainnya di pusat penahanan di Xinjiang. Bagi China langkah tersebut diperlukan untuk mengatasi terorisme dan ekstremisme.

"Pemerintah Australia telah memberi istri saya visa jadi mereka bisa datang dan bergabung bersama saya di Australia, tapi pemerintah China tidak mengizinkan mereka pergi," kata Abdulsalam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement