Kamis 27 Feb 2020 08:01 WIB

Pejabat Kesehatan AS Peringatkan Potensi Wabah Virus Corona

Warga AS diminta bersiap hadapi potensi penularan virus corona di luar China.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona
Foto: Xiao Yijiu/Xinhua via AP
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional Amerika Serikat (AS) Dr. Anthony Fauci memperingatkan wabah virus corona di Negeri Paman Sam. Ia mengatakan masyarakat Amerika harus bersiap menghadapi potensi penyebaran virus di luar China.

"Jika kami memiliki pandemi, maka hampir pasti kami akan kena dampaknya," kata Fauci di stasiun televisi CNN, Kamis (27/2).

Baca Juga

Pada Rabu (26/2) kemarin, Menteri Kesehatan dan Layanan Manusia AS Alex Azar mengatakan saat ini AS sudah mengkonfirmasi 59 kasus virus corona. Jumlah itu termasuk 42 warga Amerika yang direpatriasi dari kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Jepang.

Hanya ada dua kasus yang dilaporkan terinfeksi melalui orang ke orang. Keduanya tertular melalui orang yang sempat mengunjungi China.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS menghmbau masyarakat Amerika untuk tidak mengunjungi China dan Korea Selatan. Rabu lalu, mereka memperluas imbauan tersebut ke Iran, Italia dan Mongolia.

Stasiun televisi NBC News melaporkan CDC juga mempertimbangkan untuk memperluas pemeriksaan di bandara. Sebelum masuk AS penumpang-penumpang yang berasal di negara yang jumlah kasusnya bertambah banyak akan diperiksa kesehatannya.

Trump sudah meminta Kongres anggaran sebesar 2,5 miliar dolar AS untuk meningkatkan respons terhadap penyebaran virus itu. Partai Demokrat memperingatkan jumlah itu jauh lebih rendah dibandingkan yang dibutuhkan.

Mereka juga meminta Gedung Putih menunjuk 'satu orang' yang dapat mengkoordinasikan upaya mengatasi penyebaran virus secara nasional. Ketua Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer mengatakan anggaran yang harus dipersiapkan sebesar 8,5 miliar dolar AS.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement