Kamis 27 Feb 2020 08:45 WIB

Obat Infeksi Virus Corona akan Diuji ke Pasien

Uji obat infeksi virus corona akan dilakukan perusahaan bioteknologi AS, Gilead.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona di sebuah rumah sakit.
Foto: Xiao Yijiu/Xinhua via AP
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona di sebuah rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINTON -- Perusahaan bioteknologi Gilead Sciences Inc mengatakan  telah memulai dua studi tahap akhir untuk menguji obatnya pada pasien dengan kasus penyakit parah dan terinfeksi oleh virus corona, Rabu (26/2). Penelitian itu akan dimulai pada awal Maret.

Penelitian itu akan menguji obat antivirus eksperimental, remdesivir, dengan melibatkan hampir 1.000 pasien. Pasien yang akan mencobanya berasal dari  pusat-pusat medis di negara-negara Asia, serta di negara-negara lain dengan jumlah kasus virus corona terdiagnosis yang tinggi.

Baca Juga

Ada dua durasi dosis remdesivir akan diberikan secara intravena dalam studi tahap akhir. Pejabat kesehatan Amerika Serikat mengatakan uji coba klinis pertama yang menguji remdesivir pada pasien rawat inap dengan virus corona telah dimulai.

Awal bulan ini, obat yang saat ini dalam uji klinis di China, tampaknya mencegah penyakit pada monyet sebelum terinfeksi dengan Middle East Respiratory Syndrome  (MERS). Setelah AS menerima remdesivir sebagai obat untuk diteliti, maka uji coba terus berlanjut.

Tujuan utama dari penelitian pertama adalah untuk mengevaluasi apakah obat itu menormalkan demam di antara pasien dan keseimbangan oksigen dalam darah. Sedangkan, uji coba kedua akan menguji remdesivir dalam proporsi peserta dalam setiap kelompok pada hari ke-14.

Studi pertama akan menguji obat pada sekitar 400 pasien dengan kondisi yang parah karena virus corona selama lima atau sepuluh hari. Sedangkan yang kedua akan mengujinya pada sekitar 600 pasien dengan gejala sedang.

Gilead mengatakan, studi baru memperluas penelitian obat yang sedang berlangsung. Saat ini di provinsi Hubei China yang dipimpin oleh Rumah Sakit Persahabatan China-Jepang dan di Amerika Serikat yang dipimpin oleh Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular sedang bergerak melakukan hal hampir serupa. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement