Kamis 27 Feb 2020 19:10 WIB

Rencana Israel Bangun Permukiman di Tepi Barat Dikecam

Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah kecam rencana Israel di Tepi Barat

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah kecam rencana Israel di Tepi Barat. Ilustrasi.
Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah kecam rencana Israel di Tepi Barat. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov mengecam rencana Israel membangun ribuan unit rumah di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Dia berulang kali menegaskan bahwa pembangunan seperti melanggar hukum internasional.

"Saya sangat prihatin dengan pengumuman Israel baru-baru ini mengenai kemajuan pembangunan permukiman di Givat Hamatos dan Har Homa (di Yerusalem Timur), serta rencana yang mengkhawatirkan untuk 3.500 unit di daerah E1 yang kontroversial di Tepi Barat yang diduduki," ujar Mladenov pada Rabu (26/2) dikutip laman Times of Israel.

Baca Juga

Wilayah E1 mengacu pada derah Maale Adumim yang terletak di sebelah timur Yerusalem. Mladenov menjelaskan jika proyek E1 jadi dieksekusi maka hal itu akan memutus Tepi Barat utara dengan selatan. Dampaknya adalah merusak peluang untuk membangun negara Palestina yang layak serta berdampingan sebagai bagian dari solusi dua negara.

"Saya mendesak Pemerintah Israel menahan diri dari tindakan sepihak yang memicu ketidakstabilan dan semakin mengikis prospek untuk melanjutkan kembali perundingan Palestina-Israel berdasarkan resolusi PBB yang relevan, hukum internasional, dan perjanjian bilateral," ujar Mladenov.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menghidupkan kembali rencana pembangunan 3.500 rumah di Maale Adumim di Tepi Barat. Proyek permukiman di daerah itu ditunda pada 2012 karena adanya keberatan serta kritik dari dunia internasional, termasuk Amerika Serikat (AS).

"Kita membangun Yerusalem dan pinggiran kota Yerusalem. Saya telah memberikan instruksi untuk segera mempublikasikan deposit untuk rencana membangun 3.500 unit rumah di E-1. Ini telah ditunda selama enam atau tujuh tahun," kata Netanyahu pada Selasa (25/2) dikutip laman Jerusalem Post.

Para pejabat Palestina telah mengecam rencana pembangunan permukiman E1. "Jika dilakukan (pembangunan permukiman), ini akhir dari dua negara (Israel-Palestina)," ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina Saeb Erekat.

Juru bicara kepresidenan Palestina Abu Rudeineh menilai keputusan Netanyahu mencabut penangguhan pembangunan permukiman E1 merupakan hasil dari kebijakan AS yang bias dan berbahaya. Terutama dalam membantu proses okupasi Israel terhadap wilayah Palestina. "Ini adalah kebijakan berbahaya dan kami menganggap ini sebagai tindakan menghancurkan proses perdamaian," kata Rudeineh seperti dilaporkan laman Al Arabiya.

Pada Kamis pekan lalu, Netanyahu juga telah mengumumkan rencana pembangunan 3.000 rumah untuk penduduk Yahudi di Givat Hamatos. Sebanyak 2.200 rumah akan turut dibangun di Har Homa.

Netanyahu mengaku telah mencabut pembatasan pembangunan di Givat Hamatos serta menyetujui proyek permukiman di Har Homa. "Yerusalem sedang dibangun dan diperluas. Kami menghubungkan semua bagian dari Yerusalem yang bersatu. Saya telah menghilangkan semua batasan dan sekarang Yerusalem sedang dibangun di bawah otoritas saya," ujar Netanyahu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement