Sabtu 29 Feb 2020 14:22 WIB

Sekjen PBB: Suriah Berada di Momen Paling Mengkhawatirkan

Sekjen PBB menggambarkan Suriah tengah berada di momen paling mengkhawatirkan.

 Bangkai helikopter tentara Suriah yang ditembak jatuh di Desa Qaminas, sebelah timur Idlib, Suriah utara, Selasa (11/2). Sekjen PBB menggambarkan Suriah tengah berada di momen paling mengkhawatirkan.
Foto: EPA
Bangkai helikopter tentara Suriah yang ditembak jatuh di Desa Qaminas, sebelah timur Idlib, Suriah utara, Selasa (11/2). Sekjen PBB menggambarkan Suriah tengah berada di momen paling mengkhawatirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Jumat (29/2) menyoroti peningkatan tensi pertempuran di Idlib.  Ia menggambarkan perang Suriah yang telah menewaskan sejumlah prajurit Turki itu sebagai "salah satu momen paling mengkhawatirkan".

Pernyataan itu disampaikan Guterres seiring dengan keputusan suara mayoritas dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang melakukan pertemuan setelah insiden itu meminta gencatan senjata dilakukan. Di hadapan dewan, Guterres juga menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin "sebelum situasi berada di luar kendali".

Baca Juga

"Rakyat sipil membayar harga yang sangat mahal. Dan jeratan itu semakin erat, seiring dengan garda depan pasukan militer yang mencapai area dengan populasi tinggi," ujar Guterres.

Sebanyak 33 tentara Turki terbunuh oleh prajurit pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dalam serangan mematikan yang dialami militer Turki sejak terakhir pada 30 tahun lalu. Pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad, dengan bantuan kekuatan di udara dari Rusia, bertempur untuk merebut kembali wilayah terbesar terakhir di Suriah yang diduduki oleh pemberontak dalam perang yang berjalan selama sembilan tahun itu.

Turki mengirimkan ribuan prajurit serta persenjataan berat ke wilayah Idlib untuk memberi bantuan kepada pasukan pemberontak.

"Kami meminta Federasi Rusia untuk segera mendaratkan pesawat tempur, meminta semua pasukan Suriah serta mendukungnya dari Rusia untuk mundur ke garis gencatan senjata yang pertama kali ditentukan pada 2018," kata Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB, Kelly Craft, di hadapan dewan.

Sementara Turki dan Rusia memberikan keterangan yang saling bertolak belakang mengenai apa yang terjadi di hadapan Dewan Keamanan PBB. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyebut prajurit Turki membagikan koordinat kepada Rusia, yang kemudian Rusia meneruskan kepada pasukan pemerintah Suriah, untuk menghindari konflik di darat. Dia menambahkan, pesawat tempur Rusia tidak beroperasi di area sekitar tewasnya prajurit Turki.

"Koordinat yang disampaikan kemarin tidak menyebutkan area di mana tepatnya posisi tentara Turki terbunuh. Segera setelah insiden terjadi, pihak Rusia mengambil langkah untuk menghentikan pertempuran dan memastikan evakuasi yang aman bagi korban tewas dan luka," ujar Nebenzia.

Sementara itu, Duta Besar Turki untuk PBB Feridun Sinirlioglu mempermasalahkan keterangan Nebenzia dengan menyebut bahwa "penelusuran radar" menunjukkan pemerintah Suriah dan pesawat Rusia tengah terbang ketika serangan tersebut terjadi.

"Kami berkoordinasi terlebih dahulu melalui pernyataan tertulis yang disampaikan kepada pasukan Rusia tentang lokasi kami, namun serangan udara tetap dilangsungkan meskipun kami telah memberi peringatan tepat setelah serangan pertama," kata Sinirloglu.

Sinirloglu mengatakan bahwa pasukan Turki sendirian di area itu. Ia menyebut,  "kesimpulan logis dari insiden ini adalah mereka sengaja menyerang." Dia juga mengatakan bahwa Turki tidak ingin perang, namun tidak akan ragu menggunakan kekuatannya jika ada ancaman keamanan.

sumber : Antara, Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement