REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Muhyiddin Yassin Malaysia dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Ahad (1/3). Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'uddinuddin Al-Mustafa Billah Shah memilihnya untuk menggantikan Mahathir Mohamad yang telah mengajukan pengunduran diri pada 24 Februari.
Pria berusia 72 tahun ini dilantik pada upacara istana di depan Raja Malaysia dan berjanji untuk memenuhi tugasnya sebagai PM kedelapan Malaysia. Sumpah diambil di pukul 10.33 di Balai Singgahsana Kecil.
Pelantikan salah satu pendiri Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) ini pun terjadi di tengah keriuhan. Mala sebelum acara, sebanyak 200 pengunjuk rasa berkumpul di Kuala Lumpur memprotes keputusan Raja.
Selain itu, Mahathir yang awalnya optimistis akan kembali menjabat setelah pengunduran diri, berjanji akan mencari suara di parlemen untuk menantang dukungan Muhyiddin. "Ini adalah hal yang sangat aneh. Ini adalah pecundang yang akan membentuk pemerintah," kata Mahathir merujuk pada hasil pemilu 2018.
Mahathir mengatakan mendapat dukungan dari 114 dari 222 anggota parlemen. Namun, hasil tersebut tidak menjamin semua akan mendukungnya dalam pemungutan suara. Dia pun mempertanyakan apakah pemerintah yang melibatkan bekas partai yang berkuasa akan siap untuk mengejar kasus korupsi terhadap politisi yang satu jalur, contoh saja mantan PM Najib Razak.
Sosok Muhyiddin telah menyatakan siap bergabung dengan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Dia dipecat dari Bersatu pada 2016 setelah mempertanyakan penanganan bekas skandal korupsi 1MDB oleh Najib.
Perubahan kepemimpinan terjadi kurang dari dua tahun setelah Mahathir bergabung dengan saingan lama Anwar Ibrahim membentuk Pakatan Harapan dan memenangkan pemilu. Kedua orang ini sempat mengajukan nama masing-masing setelah pengumuman Mahathir, tetapi Anwar akhirnya menyatakan kembali dukungan untuk PM tertua itu.
Tapi, nyatanya Yang di-Pertuan Agong justru mengumumkan nama Muhyiddin sebagai PM menggantikan Mahathir pada Sabtu (29/2). Dengan keputusan ini, analis melihat akan ada perubahan arah kembali dari pergerakan pemerintahan Malaysia.
"Saya pikir Muhyiddin akan memimpin pemerintah Melayu yang lebih pro-etnis yang lebih dicirikan oleh divisi sosial, nasionalisme ekonomi, dan mungkin lebih sedikit pengekangan fiskal," kata konsultan Eurasia Peter Mumford.
Selain hubungan pribadi, politik di Malaysia dibentuk oleh kepentingan etnis, agama, dan regional. Malaysia lebih dari setengahnya merupakan etnis Melayu, tetapi memiliki etnis Cina yang cukup dominan, India, dan minoritas lainnya.