Ahad 01 Mar 2020 15:35 WIB

Sekolah yang Terimbas Kerusuhan di New Delhi Masih Ditutup

Sekolah-sekolah yang terimbas kerusuhan di New Delhi masih ditutup hingga 7 Maret.

Rep: Febryan. A/ Red: Bayu Hermawan
Buku-buku berserakan di sebuah sekolah negeri setelah diserbu oleh massa di New Delhi, India, Rabu (26/2).
Foto: AP Photo
Buku-buku berserakan di sebuah sekolah negeri setelah diserbu oleh massa di New Delhi, India, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah setempat memutuskan untuk tetap menutup sekolah-sekolah yang terimbas kerusuhan massa di bagian utara New Delhi, hingga 7 Maret 2020 mendatang. Ujian tahunan di sekolah-sekolah yang terimbas kerusuhan juga akan ditunda pelaksanaannya.

Dilansir dari Times of India, Sabtu (29/2), Dinas Pendidikan di New Delhi telah mengeluarkan surat edaran terkait penutupan sekolah-sekolah itu. Meski ditutup, staf dan kepala sekolah diminta tetap datang.

Baca Juga

"Menyadari kondisi mental para siswa dan sebagai upaya agar mereka keluar dari situasi traumatis ini, pemerintah memutuskan untuk tetap menutup sekolah pemerintah, sekolah bantuan pemerintah dan sekolah swasta di kawasan utara New Delhi bagi para siswa hingga 7 Maret," demikian bunyi surat edaran tersebut.

Meski demikian, ujian untuk siswa kelas X dan XII akan tetap diadakan sesuai jadwal di kantor Dewan Pusat Pendidikan Menengah (CBSE) yang berada di seluruh kota. Pemerintah pun telah mengirimkan surat ke kepolisian agar menyiagakan personilnya saat ujian berlangsung pada 2 Maret mendatang.

Kerusuhan di New Delhi yang dimulai sejak Ahad (23/2) telah menewaskan sedikitnya 38 orang dan sekitar 200 lainnya cedera. Kerusuhan ini dipicu oleh dipicu aksi demonstrasi menentang Undang-Undang Kewarganegaraan atau Citizenship Amandement Act (CAA) yang dianggap anti-Muslim. Kubu yang terlibat bentrokan adalah pendukung dan penentang CAA. Namun kericuhan berubah menjadi konflik komunal antara Muslim dan Hindu.

India meratifikasi CAA pada Desember 2019. UU tersebut menjadi dasar bagi otoritas India untuk memberikan status kewarganegaraan kepada para pengungsi Hindu, Kristen, Sikh, Buddha, Jain, dan Parsis dari negara mayoritas Muslim yakni Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh.

Status kewarganegaraan diberikan jika mereka telah tinggal di India sebelum 2015. Namun dalam UU tersebut, tak disebut atau diatur tentang pemberian kewarganegaraan kepada pengungsi Muslim dari negara-negara terkait. Atas dasar itu, CAA dipandang sebagai UU anti-Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement