REPUBLIKA.CO.ID, SHILLONG - Aksi kekerasan kembali terjadi di India yang diyakini terkait Undang-Undang Kewarganegaraan atau Citizenship Amandement Act (CAA). Kekerasan terbaru terjadi di sebuah pasar di Kota Shillong, Negara Bagian Meghalaya, pada Sabtu (29/2) lalu. Sebanyak 10 orang ditikam.
Sebagaimana dilaporkan Indian Express, penikaman itu dilakukan sekelompok orang di salah satu pasar tersibuk di Kota Shillong. Mereka menyerang orang-orang "non-pribumi". Akibatnya satu orang meninggal dan sembilan orang luka-luka.
Aksi kekerasan juga terjadi di kawasan Jaiaw, Langsning, di pasar Lew Sohra. Di ketiga tempat ini, setidaknya dua orang "non-pribumi" terluka.
Pada Jumat, seorang sopir taksi lokal meninggal di daerah Ichamati di distrik Bukit Khasi Timur, dekat dengan perbatasan Bangladesh. Ia meninggal dalam bentrokan antara anggota Serikat Mahasiswa Khasi (KSU) dan kelompok non-suku.
Pemerintah telah mengumumkan jam malam di "Aglomerasi Shillong dan daerah sekitarnya" hingga 1 Maret pagi. Dua kompi Angkatan Bersenjata Pusat juga telah dikerahkan untuk mengamankan situasi. Enam kompi lainnya juga akan segera datang.
Asisten Inspektur Jenderal Polisi Negara Bagian Meghalaya, GK Ïangrai, mengatakan semua korban penikaman di pasar Shillong usai kejadian itu segera dilarikan ke rumah sakit. Namun, satu di antaranya terpaksa meregang nyawa dalam perjalanan. Inspektur Polisi Claudia Lyngwa mengatakan pelaku maupun otak aksi penyerangan belum berhasil diidentifikasi.
Ketua Menteri Meghalaya, Conrad K Sangma, mengimbau masyarakat untuk menahan diri dari kekerasan dan memastikan perdamaian. "Pemerintah telah mengambil semua langkah untuk menjaga hukum dan ketertiban," demikian bunyi pernyataan resmi kantor Ketua Menteri Meghalaya.
Semua aksi kekerasan ini diyakini berkaitan dengan Undang-Undang Kewarganegaraan atau Citizenship Amandement Act (CAA). Sejumlah pihak di India menganggap UU itu anti-Muslim.
Aksi demonstrasi penolakan UU ini sebelumnya juga telah memicu terjadinya aksi kekerasan di New Delhi sejak Ahad (23/2). Kubu yang terlibat bentrokan adalah pendukung dan penentang CAA.
Namun kericuhan berubah menjadi konflik komunal antara Muslim dan Hindu. Setidaknya 38 orang meninggal dan sekitar 200 lainnya cedera.
India meratifikasi CAA pada Desember 2019. UU tersebut menjadi dasar bagi otoritas India untuk memberikan status kewarganegaraan kepada para pengungsi Hindu, Kristen, Sikh, Buddha, Jain, dan Parsis dari negara mayoritas Muslim yakni Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh.
Status kewarganegaraan diberikan jika mereka telah tinggal di India sebelum 2015. Namun dalam UU tersebut tak disebut atau diatur tentang pemberian kewarganegaraan kepada pengungsi Muslim dari negara-negara terkait. Atas dasar itu, CAA dipandang sebagai UU anti-Muslim.