REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris mengutarakan keprihatinan atas rencana Israel membangun 1.737 unit rumah baru di wilayah Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki.
"Kami prihatin dengan pengumuman Israel tentang 1.737 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur, di samping yang diumumkan awal pekan ini di daerah E1," kata Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris dalam sebuah pernyataan, dikutip laman kantor berita Palestina Wafa, Ahad (1/3).
Inggris menentang rencana tersebut. "Posisi Inggris jelas, permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional dan merusak upaya perdamaian (Israel-Palestina)," katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghidupkan kembali rencana pembangunan 3.500 rumah di Maale Adumim di Tepi Barat. Proyek permukiman di daerah itu ditunda pada 2012 karena adanya keberatan serta kritik dari dunia internasional, termasuk Amerika Serikat (AS).
"Kami membangun Yerusalem dan pinggiran kota Yerusalem. Saya telah memberikan instruksi untuk segera mempublikasikan deposit untuk rencana membangun 3.500 unit rumah di E1. Ini telah ditunda selama enam atau tujuh tahun," kata Netanyahu pada Selasa (25/2), dikutip laman Jerusalem Post.
Wilayah Maale Adumim memang dikenal dengan istilah E1. Ia terletak di sebelah timur Yerusalem. Israel memandang daerah tersebut penting untuk menjaga Yerusalem yang bersatu.
Rencana E1 akan memperluas permukiman besar Yahudi di Maale Adumim, yang secara efektif menghubungkannya ke Yerusalem. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit berkendara.
Netanyahu juga telah mengumumkan rencana pembangunan 3.000 rumah untuk penduduk Yahudi di Givat Hamatos. Sebanyak 2.200 rumah akan turut dibangun di Har Homa.