REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan keamanan nasional dari seluruh struktur pemerintahan Amerika Serikat (AS) berkumpul di sebuah gedung di Northern Virginia. Pertemuan yang tidak biasa itu membahas serangan siber dan penyebaran informasi pihak asing dalam pemilihan kandidat calon presiden dari Partai Demokrat.
Sejak badan intelijen AS menyimpulkan Rusia mengintervensi pemilihan presiden 2016 lalu. Pemerintah AS memperkenalkan langkah-langkah untuk mengatasi peretasan dan aktivitas propaganda asing yang dirancang mempengaruhi pemilih Amerika. Para pakar keamanan menilai pemerintah memang sudah membuat banyak kemajuan. Tapi masih ada beberapa celah yang belum tertutupi.
Pada Selasa (3/3) perwakilan dari Homeland Security Department, FBI, National Security Agency dan U.S. Cyber Command berkumpul di gedung Cybersecurity Infrastructure Security Agency (CISA). Mereka membahas primary yang digelar di 14 Negara Bagian.
Seluruh petugas pemilihan umum lokal dan negara bagian akan terkoneksi dengan pusat kendali. Mereka akan melaporkan apa yang mereka alami dan insiden-insiden siber yang mencurigakan.
Kepala setiap badan intelijen yang mengikuti rapat itu mengeluarkan pernyataan gabungan. Mereka memperingatkan 'konsekuensi tajam' dari aktor-aktor asing' yang berupaya ikut campur dalam pemilihan 2020.
"Tingkat koordinasi dan komunikasi antara pemerintah federal dan negara bagian, lokal, dan mitra dari sektor swasta lebih kuat dari sebelumnya," kata pernyataan tersebut.
Kepala Elections Infrastructure Information Sharing and Analysis Center (EI-ISAC) Ben Spear mengatakan sejak tahun 2016 sudah 50 negara bagian yang memasang perangkat lunak yang dapat mendeteksi serangan siber di sistem mereka. EI-ISAC salah satu kontraktor CISA.
"Kami melihat peningkatan signifikan keterlibatan petugas pemilihan negara bagian dan lokal," kata Spear.