REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, dirinya mengharapkan kesepakatan terbaru Turki dan Rusia benar-benar akan mengakhiri konflik panjang di Suriah barat laut, Idilb yang tujuannya melindungi warga sipil. Pada Kamis (5/3), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin menyepakati gencatan senjata militer di idlib, Suriah.
"Sekretaris Jenderal berharap bahwa perjanjian ini akan mengarah pada penghentian permusuhan segera dan abadi yang menjamin perlindungan warga sipil di barat laut Suriah, yang telah mengalami penderitaaan luar biasa," ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric dalam sebuah pernnyataan resmi dikutip Anadolu Agency, Jumat (6/3).
Guterres juga menyerukan agar kedua belah pihak kembali ke proses politik yang difasilitasi PBB yang diamanatkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 pada 2015. Hal itu mengacu pada peta jalan yang disahkan untuk proses perdamaian di Suriah.
Pernyataan Guterres dirilis beberapa jam setelah Ankara dan Moskow menyetujui gencatan senjata mulai Kamis tengah malam, meski dilaporkan masih adahbentrokan di sana. Sebagai bagian dari perjanjian, semua kegiatan militer akan berakhir di Idlib. Kedua negara juga menyepakati koridor keamanan yang akan dibangun enam kilometer jauh di utara dan selatan dari jalan raya M4.
Patroli gabungan Turki dan Rusia juga akan dimulai pada 15 Maret mendatan di sepanjang jalan raya M4 dari pemukiman Trumba, atau dua kilometer di sebelah barat kota Saraqib, menuju pemukiman Ain-Al-Havr.