REPUBLIKA.CO.ID, LUCKNOW -- Negara bagian terpadat di India, Uttar Pradesh, menampilkan beberapa poster orang-orang yang dianggap melakukan demonstrasi anti-pemerintah. Keputusan ini menimbulkan keresahan yang bisa memicu aksi main hakim sendiri oleh masyarakat.
"Apakah ini undangan untuk massa?" kata satu-satunya perempuan yang muncul di papan tanda itu, Sadaf Jafar.
Pemerintah Uttar Pradesh utara melakukan pemasangan enam papan di tempat publik pada lokasi-lokasi penting di ibu kota Lucknow pada pekan lalu. Papan-papan tersebut memberikan gambar, nama, bahkan alamat orang-orang yang diklaim bergabung dalam protes Undang-Undang Kewarganegaraan yang menimbulkan kekerasan.
Papan yang dipasang oleh pemerintah negara bagian yang dijalankan oleh sekutu Perdana Menteri nasionalis Hindu Narendra Modi menuduh 57 orang. Mereka adalah orang-orang yang tidak mendapatkan hukuman dari negara secara langsung, tetapi justru dibuat untuk terancam.
"Tindakan oleh polisi dan administrasi telah membuat hidup kita lebih rentan. Bagaimana kita merasa aman di kota kita?" ujar Sadaf.
Meskipun tidak memungkinkan untuk memverifikasi agama dari poster-poster tersebut, mayoritas dari 57 orang memiliki nama yang umumnya digunakan oleh populasi Muslim minoritas India, seperti Sadaf. Atas kondisi itu, dia pun sedang mempertimbangkan untuk mengambil tindakan hukum terhadap pemerintah.
Senada dengan Sadaf, S.R. Darapuri, seorang mantan polisi ini pun merasa kecewa atas keputusan pemerintah. Dia menilai tindakan itu merupakan hal yang ilegal untuk dilakukan.
"Kami bukan penjahat atau penjahat keras. Pemerintah dengan tindakan ini telah membahayakan hidup kita," ujar sosok yang ikut turun dalam protes Desember lalu.
Ketua Pengadilan Govind Mathur dan Hakim Ramesh Sinha dari Pengadilan Tinggi Allahabad di Uttar Pradesh secara lisan mendesak pemerintah untuk menurunkan poster-poster itu. Namun, penasihat utama untuk Ketua Menteri Yogi Adityanath, Mrityunjay Kumar, mengatakan poster itu akan bertahan sampai pengadilan mengeluarkan perintah tertulis.
Keputusan menampilkan 57 orang yang dianggap perusuh itu pun merupakan upaya untuk memulihkan kerusakan. "Ini telah dilakukan setelah mengikuti setiap prosedur hukum. Prosedur ini sangat mirip dengan pelelangan yang dilakukan oleh bank ketika seseorang gagal membayar kembali pinjaman," kata Mrityunjay.
Ratusan ribu orang telah mengadakan demonstrasi di seluruh India sejak akhir tahun lalu untuk memprotes Undang-Undang Kewarganegaraan. Peraturan baru ini memungkinkan warga non-Muslim dari negara tetangga India mendapatkan kewarganegaraan.
Partai Bharatiya Janata yang berkuasa mengatakan hukum diperlukan untuk melindungi pengungsi non-Muslim di seluruh Asia Selatan. Namun, mereka tidak mempertimbangkan pengungsi dari Umat Islam yang terdiskriminasi di negara lain.