REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Perdana Menteri (PM) Sudan, Abdalla Hamdok, lolos dari upaya pembunuhan setelah sebuah ledakan terjadi di dekat konvoi kendaraannya di ibu kota Khartoum pada Senin (9/3). Televisi pemerintah Sudan melaporkan, Hamdok sedang dalam perjalanan menuju kantornya ketika ledakan terjadi dan dia langsung dibawa ke tempat yang aman.
Hingga saat ini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ledakan tersebut. Sebuah rekaman video yang diunggah menunjukkan dua kendaraan SUV putih yang digunakan oleh pejabat tinggi Sudan terparkir di tepi jalan dalam kondisi rusak. Jendela mobil tersebut pecah sementara satu kendaraan lainnya rusak parah.
Hamdok diangkat sebagai perdana menteri pada Agustus lalu setelah aksi protes pro-demokrasi yang menurunkan Presiden Omar al Bashir. Setelah berbulan-bulan negosiasi, militer dan gerakan pro-demokrasi mencapai kesepakatan pembagian kekuasaan pada Agustus.
Kesepakatan itu membentuk dewan kedaulatan militer-sipil bersama 11 anggota militer yang akan memerintah Sudan untuk tiga tahun ke depan. Para jenderal militer tetap menjadi penguasa de facto di negara itu.
Hamdok mengonfirmasi bahwa pemerintah akan bekerja sama dengan upaya Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk menuntut mereka yang terlibat karena kejahatan perang dan genosida terkait konflik Darfur di Sudan pada 2000-an. Otoritas transisi pada Februari sepakat untuk menyerahkan al-Bashir ke ICC bersama dengan mantan pejabat lainnya.
Pemerintah transisi Sudan berada di bawah tekanan untuk mengakhiri perang dengan kelompok pemberontak. Di sisi lain, pemerintah berupaya untuk memulihkan ekonomi.
Hampir setahun setelah penggulingan al-Bashir, Sudan menghadapi krisis ekonomi yang mengerikan. Menurut Dana Moneter Internasional, tingkat inflasi Sudan mencapai 60 persen dan tingkat pengangguran 22,1 persen.