REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania mengonfirmasi 12 kasus baru virus corona atau Covid-19. Konfirmasi ini dilakukan tepat ketika bank sentral mereka mengumumkan langkah-langkah untuk membantu bisnis dan sektor pariwisata yang terdampak pandemi virus tersebut.
Pemerintah Yordania memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi wabah Covid-19. Antara lain menutup semua perbatasan dan melarang penerbangan masuk dan keluar karena epidemi menyebar dengan cepat di negara-negara tetangga seperti Mesir, Suria, dan Irak. Yordania juga memberlakukan kebijakan-kebijakan tidak biasa termasuk menutup sekolah dan ibadah di masjid.
Pemerintah masih membuka perbatasan untuk kargo-kargo komersial. Pemerintah Yordania juga menyakinkan warganya untuk tidak menimbun kebutuhan pokok karena negara itu memiliki persediaan yang cukup untuk enam bulan ke depan.
Pada Senin (16/3) Menteri Energi Yordania Hala Zawati mengatakan pasokan bensin dan diesel cukup 60 hari untuk pola konsumsi saat ini. Ia menambahkan Yordania telah berbicara dengan tiga importir utama bensin untuk mengisi penuh penyimpanan bahan bakar di negara itu.
Gubernur Bank Sentral Yordania Zaid Faris mengatakan bank-bank komersial di negara itu telah diminta untuk menunda pembayaran hutang perusahaan-perusahaan. Mereka juga diminta menjadwalkan ulang pinjaman ritel untuk mengurangi beban peminjam baik perusahaan maupun individu.
Fariz mengatakan untuk 'menjaga stabilitas finansial dan fiskal' Yordania, Bank sentral akan mendorong sektor-sektor ekonomi yang sudah memperlihatkan masalah arus kas dan likuiditas. "Apa yang diperlukan adalah menjaga kesehatan perusahaan-perusahaan agar dapat melanjutkan produksi dan aktivitas bisnis," katanya.
Demi meringankan beban ekonomi bank sentral, Yordania juga memangkas cadangan wajib dari lima persen menjadi tujuh persen untuk menyuntikkan lebih dari 500 juta dinar atau 705 juta dolar AS likuiditas tambahan. Fariz mengatakan ini pertama kalinya langkah tersebut dilakukan dalam beberapa dekade terakhir.
Pemerintah Yordania khawatir krisis ini akan memukul sektor pariwisata yang menghasil lima miliar dolar AS setiap tahunnya. Mereka takut krisis ini akan memangkas proyeksi pertumbuhan dan memperdalam perlambatan ekonomi.
"Sektor pariwisata adalah salah satu sektor penting yang terdampak langsung dan negatif setelah periode pertumbuhan berkelanjutan," kata Fariz.