REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritik sejumlah negara yang dianggap tidak melakukan tes atau pengujian untuk mendeteksi virus corona jenis baru. Sejauh ini, lebih dari 174 ribu orang secara global terinfeksi Covid-19 dan berpotensi terus bertambah.
“Kami belum melihat peningkatan yang cukup mendesak dalam pengujian, isolasi dan pelacakan kontak, yang merupakan tulang punggung dari tanggapan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dilansir CNBC, Selasa (17/3).
Ghebreyesus mengatakan WHO terus menyampaikan pesan ‘sederhana’ kepada seluruh negara yaitu untuk melakukan tes. Ada peningkatan yang cepat dari kasus Covid-19 di seluruh dunia, tetapi ia menilai apa yang dilakukan sejumlah negara hingga saat ini belum maksimal untuk mengendalikan penyebaran virus lebih lanjut.
“Uji setiap kasus yang dicurigai. Jika terbukti positif, isolasi dan cari tahu dengan siapa saja kontak telah dilakukan dalam dua hari sebelum mengembangkan gejala dan menguji orang-orang itu juga,” kata Ghebreyesus.
Ghebreyesus hingga saat ini belum mengatakan negara mana saja yang diangap belum melakukan upaya maksimal untuk mengendalikan penyebaran virus corona jenis baru. Meski demikian, Amerika Serikat (AS) dinilai sebagai salah satunya, karena langkah pemerintah untuk menunda dan membatasi siapa saja yang bisa diuji.
Pada awal wabah virus corona baru terjadi, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) membatasi pengujian pada orang yang baru-baru ini bepergian ke China, negara di mana COVID-19 ditemukan. Kemudian, pengujian dilakukan hanya orang yang memiliki gejala khusus dan terpapar pada orang dengan kasus yang dikonfirmasi.
“Untuk negara mana pun, salah satu hal terpenting adalah komitmen politik di tingkat tertinggi. Semua negara harus dapat menguji semua kasus yang dicurigai. Mereka tidak bisa melawan pandemi ini dengan mata tertutup,” kata Ghebreyesus lebih lanjut.
Gubernur New York Andrew Cuomo pada 13 Maret lalu mengatakan bahwa wilayah negara bagian AS itu tengah meningkatkan pengujian, setelah menerima persetujuan untuk mengizinkan 28 laboratorium di seluruh negara bagian untuk mulai menjalankan tes virus corona. Ia mengatakan setidaknya 6.000 tes dalam sehari dapat diproses mulai minggu depan. Sejauh ini, hanya 3.000 tes yang baru bisa dilakukan per harinya.
Regulator federal memberi laboratorium swasta, termasuk LabCorp dan Quest Diagnostics, persetujuan pada 28 Februari lalu mulai menjalankan tes virus corona. Wakil Presiden AS Mike Pence juga mengumumkan kemampuan pengujian yang diperluas di seluruh Negeri Paman Sam selama akhir pekan lalu.
“Tidak ada keraguan bahwa kami kehilangan kasus. Saya pikir kita perlu realistis tentang hal ini,” kata Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit dan zoonosis WHO.
Dalam merawat pasien, negara harus terlebih dahulu merawat orang yang memiliki kondisi mendasar. Menurut Ghebreyesus, sejumlah negara telah mengkonversi stadion dan pusat kebugaran untuk merawat kasus-kasus ringan, yang bertujuan mengkhususkan rumah sakit menangani kasus-kasus yang parah dan kritis.
Di Korea Selatan (Korsel), tempat virus menyebar cepat bulan lalu, para pejabat kesehatan meluncurkan rezim pengujian agresif yang memproses tes untuk lebih dari 259.000 orang dan mengonfirmasi lebih dari 8.000 infeksi. Di AS, lebih dari 22.000 orang telah diuji di CDC dan laboratorium kesehatan masyarakat. Namun, itu tidak termasuk tes yang dijalankan oleh laboratorium komersial, beberapa di antaranya telah disahkan minggu lalu untuk memulai pengujian otomatis.