REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Organisasi PBB yang menanngani masalah Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menyatakan lebih dari 850 juta siswa di seluruh dunia tidak belajar di sekolah.
Hal ini dikarenakan banyak negara yang memilih kebijakan menutup sekolahnya untuk menangkal persebaran virus Corona atau Covid-19 yang semakin meluas. "Jumlah anak-anak, remaja dan dewasa yang tidak bersekolah atau kuliah karena COVID-19 melonjak," demikian penjelasan UNESCO dalam website resminya, Rabu (18/3).
Pemerintah di 113 negara telah menutup institusi pendidikan dalam upaya mengatasi pandemi global Covid-19 yang telah menginfeksi lebih dari 203 ribu orang di seluruh dunia. Menurut pemantauan UNESCO, 102 negara telah menerapkan penutupan sekolah secara nasional. "Hal ini berdampak pada 849,4 juta anak dan remaja," tulis pernyataan itu.
Covid-19 tidak hanya mempengaruhi ekonomi dan politik di negara terdampak, namun juga pendidikan secara menyeluruh. Tidak sedikit negara yang menerapkan kebijakan lockdown atau karantina, pembatasan geraak, ataupun social distancing.
Hal itu berimbas pada sekolah dan universitas. Akibatnya anak-anak dan mahasiswa tidak dapat menjalani kegiatan sekolah dan belajar di kampus selama waktu yang ditentukan tiap negara. Hal ini adalah salah satu upaya memperlambat penyebaran Covid-19.
"Kita menghadapi situasi yang tidak biasa dengan sejumlah besar negara yang terkena dampak masalah yang sama pada saat yang sama," kata Asisten Direktur Jenderal UNESCO untuk Pendidikan Stefania Giannini beberapa waktu lalu dikutip Aljazirah.
"Kita perlu bersatu tidak hanya untuk mengatasi konsekuensi pendidikan langsung dari krisis ini, tetapi untuk membangun ketahanan jangka panjang dari sistem pendidikan," kata Giannini.
Sebanyak 11 negara tambahan telah menerapkan belajar dari rumah. Namun jika penutupan sekolah menjadi nasional, jutaan pelajar tambahan akan mengalami gangguan pendidikan dalam hal belajar mengajar.
"UNESCO memberikan dukungan langsung kepada negara-negara saat mereka bekerja untuk meminimalkan gangguan pendidikan dan memfasilitasi kesinambungan pembelajaran, terutama bagi mereka yang paling rentan," tambah pernyataan itu.