REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia mengerahkan pasukan militer untuk menegakkan pembatasan pergerakan warga dua pekan karena penyebaran virus corona, Ahad (22/3). Menteri Pertahanan, Ismail Sabri Yaakob, mengatakan, keterlibatan militer itu karena beberapa warga tidak menaati pembatasan yang sudah berlangsung sejak 18 Maret.
"Meskipun polisi telah mengatakan kepatuhan 90 persen sekarang, 10 persen bukan jumlah yang kecil," kata Ismail.
Negara tersebut sejauh ini melaporkan sembilan kematian dan 1.183 infeksi virus corona. Sementara itu, Asia Tenggara telah mencatat total lebih dari 3.200 kasus positif dengan pusat penyebaran luas di Thailand, Indonesia, Singapura, dan Filipina.
"Di antara hal-hal yang akan dilakukan bersama oleh polisi dan tentara termasuk mengeblok jalan. Demikian juga untuk patroli di daerah perkotaan dan perdesaan, menjaga keamanan di rumah sakit, mengelola daerah yang padat dan mungkin tidak mematuhi perintah seperti pasar," kata Ismali.
Kenaikan jumlah infeksi virus corona terjadi karena tabligh akbar yang diadakan di sebuah masjid di dekat ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur. Acara tersebut menyumbang 60 persen dari semua kasus di Malaysia.
Perwakilan penyelenggaraan acara pengajian menyatakan, jamaah yang datang telah bekerja sama dengan pihak berwenang. Hal itu terjadi setelah pemerintah mengatakan bahwa pihaknya belum melacak 4.000 dari 14.500 warga Malaysia yang hadir.
"Kami siap dan telah memberikan komitmen penuh kami untuk membantu pihak berwenang menangani pandemi," kata pemimpin tim penyelenggara acara, Abdullah Cheong.
Kementerian Kesehatan memperkirakan jumlah kasus akan meningkat pekan depan ketika mencoba melacak peserta yang tidak disaring dari acara yang berlangsung 27 Februari-1 Maret. Abdullah mengatakan, 12.500 orang menghadiri pertemuan itu, termasuk orang asing dan 200 pengungsi Rohingya. Pemerintah telah menempatkan jumlah total pengunjung mencapai 16 ribu orang.