REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru memulai isolasi wilayah atau lockdown selama satu bulan pada Kamis (26/3). Pemerintah memberikan peringatan agar warga tinggal di rumah atau menghadapi denda besar hingga dapat dimasukkan dalam penjara.
Jalan raya, stasiun kereta api, dan jalan-jalan di pusat kota Auckland dan Wellington sunyi senyap pada Kamis pagi. Orang-orang tetap berada di dalam rumah, sementara perkantoran dan pusat perbelanjaan ditutup.
Kepala Polisi Selandia Baru, Mike Bush, mengatakan masih ada beberapa orang yang melanggar peraturan. Mereka juga akan dapat menghadapi konsekuensi serius.
Pemerintah mengizinkan warga yang memberikan layanan penting untuk terus bekerja. Namun, sekolah, kantor, restoran, bar, tempat ibadah, bahkan taman bermain ditutup sebagai bagian dari isolasi wilayah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perdana Menteri, Jacinda Ardern, menyatakan keadaan darurat nasional sehari sebelumnya sebagai tanggapan jumlah kasus Covid-19 melonjak sebanyak 50 kasus. Penambahan itu membuat total kasus menjadi 205.
"Melanggar aturan bisa membunuh seseorang yang dekat denganmu," ujar Ardern memperingatkan orang-orang dalam konferensi pers pada Rabu (25/3).
Ardern, mengatakan orang-orang dapat berjalan-jalan, berlari di dekat rumah, atau berkendara untuk mendapatkan bahan makanan. Namun, semua orang harus menjaga jarak dua meter.
Pengumuman darurat nasional itu merupakan kali kedua dalam sejarah Selandia Baru. Kondisi darurat nasional pertama terjadi pada Februari 2011, setelah gempa berkekuatan 6,3 melanda kota Pulau Selatan Christchurch, menewaskan hampir 200 orang.
Negara dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta orang, memiliki lebih sedikit infeksi daripada banyak negara lain. Meski begitu pemerintah Ardern ingin bergerak cepat untuk menghentikan penyebaran. Salah satu upayanya adalah memaksa semua wisatawan yang datang melakukan isolasi diri dan melarang pertemuan besar.