Ahad 29 Mar 2020 16:59 WIB

Perusahaan Minyak Rusia Berhenti Berbisnis di Venezuela

Perusahaan minyak raksasa Rusia berhenti beroperasi di Venezuela

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi Kilang Minyak. Perusahaan minyak raksasa Rusia berhenti beroperasi di Venezuela.
Foto: Reuters/Shamil Zhumatov
Ilustrasi Kilang Minyak. Perusahaan minyak raksasa Rusia berhenti beroperasi di Venezuela.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perusahaan minyak raksasa Rusia, Rosneft, mengatakan mereka berhenti beroperasi di Venezuela. Mereka juga telah memindahkan seluruh aset perusahaan milik pemerintah Rusia tersebut.

Langkah ini tampaknya dilakukan demi melindungi Rosneft dari sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS). Sejak tahun lalu, Washington sudah mengumumkan akan memberlakukan sanksi bagi entitas yang berbisnis dengan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

Baca Juga

Penjualan aset dilakukan setelah dua anak perusahaan Rosneft mendapatkan sanksi AS karena aktivitas yang berkaitan dengan minyak di Venezuela dalam beberapa bulan terakhir. Rosneft dipimpin orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin yakni Igor Sechin.

"Semua aset dan operasi perdagangan Rosneft di Venezuela dan/atau yang berhubungan dengan Venezuela akan dilikuidasi, dihentikan, atau dipindahkan," kata Sechin seperti dilansir dari Deutsche Welle, Ahad (29/3).

Aksi ini dilakukan termasuk pada beberapa usaha gabungan, perusahaan layanan kilang minyak, dan aktivitas perdagangan. Nama perusahaan baru masih belum diketahui.

Di masa mendatang bila AS memberikan sanksi kepada Rosneft maka mereka memberikan sanksi langsung kepada pemerintah Putin. Bersama beberapa negara lainnya, AS tidak mengakui pemerintahan Maduro dan mendukung oposisinya Juan Guido yang mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai presiden sementara. Sebaliknya, Rusia mendukung Maduro.

Keberadaan Rusia di Negara Amerika Latin itu sangat penting terhadap arus kas pemerintahan Maduro terutama setelah Venezuela dicengkeram inflasi parah. Pada awal pekan ini AS mendakwa Maduro dan orang di sekelilingnya melakukan terorisme narkoba.

Washington mengatakan Maduro dan pejabat-pejabatnya mengubah pemerintahan Venezuela menjadi pelayan bagi kartel narkoba, pencucian uang, dan gerilyawan di Kolombia yang mengirimkan kokain ke AS. Salah satu tokoh yang didakwa adalah Cliver Alcala, mantan jenderal tentara dan teman dekat Hugo Chavez. Ia pensiun saat Maduro mulai berkuasa pada 2013 lalu dan menjadi lawannya dalam pemilihan presiden.

Baru-baru ini ia mendukung kampanye Guaido untuk menggulingkan Maduro. Tapi AS menuduhnya terlibat dalam konspirasi penyelundupan narkoba yang dikelola Maduro dan pejabat tinggi Venezuela lainnya.

Alcala yang saat ini tinggal di Kolombia menyerahkan dirinya sendiri ke pihak berwajib Kolombia pada Jumat (28/3) lalu. Kabarnya ia sudah terbang ke New York untuk menghadapi dakwaan tersebut. Ada hadiah senilai 10 juta dolar AS bagi orang yang berhasil menangkapnya. Mantan kepala unit intelijen Venezuela Hugo Carvajal juga dilaporkan tengah mendiskusikan untuk menyerahkan diri kepada pemerintah AS.

Ia juga mendapat dakwaan atas penyelundupan narkoba. Carvajal sudah bersembunyi sejak November lalu. Ketika pengadilan Spanyol menyetujui permintaan ekstradisi yang diajukan AS, pejabat AS yakin Carvajal dapat memberikan banyak informasi tentang aktivitas narkoba Maduro dan orang-orang disekelilingnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement