REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Kuba menjadi negara yang diperbincangan karena banyak mengirim tenaga medis ke negara-negara yang berjuang menghadapi peningkatan pasien virus corona. Padahal, Kuba negara dengan upah rata-rata hanya 20 dolar AS per bulan, dan mendapatkan embargo berdagangan dari Amerika Serikat (AS).
Mengapa bisa Kuba mengirim tenaga medis ketika negara lain justru kesulitan untuk menangani masalah Covid-19? Dikutip dari CNN, Kuba sejak lama sudah menjadi negara yang mengirim tenaga medisnya untuk membantu negara lain, baik secara sukarela atau dengan bayaran.
Pekerja medis yang membantu di negara lain biasanya menerima 20 persen dari jumlah gaji yang dibayarkan sebagai bentuk bantuan. Nominal itu pun jauh lebih besar ketimbang gaji dokter di Kuba sekitar 60 dolar AS per bulan.
Dengan memotong gaji dokter yang bekerja di luar negeri, Kuba justru bisa membiayai sistem perawatan kesehatan di negaranya yang diberikan gratis. Pemerintah pun fokus pada sistem mencegah penyakit daripada menunggu untuk mengobatinya.
Laporan theculturetrip menyatakan, biaya rendah untuk menjadi dokter yang bekerja di dalam negeri itu yang membuat Kuba bisa menghasilkan tenaga medis melimpah. Kuba mampu menyediakan satu dokter untuk setiap 150 warga negara, rasio yang melampaui banyak negara maju. Pada 2015, ada 37.000 karyawan medis Kuba yang bekerja di 77 negara di seluruh dunia, menghasilkan miliaran dolar AS per tahun untuk pemerintah.
Perawat kesehatan Kuba telah diundang untuk membantu pekerja medis di Italia, Venezuela, Nikaragua, Suriname, Jamaika dan Grenada. Namun, Departemen Luar Negeri AS tidak melihat itu langkah yang baik. AS mengingatkan setiap negara yang menerima bantuan tenaga medis untuk mencek ulang perjanjian yang telah dilakukan.
"Kuba menawarkan misi medis internasionalnya kepada mereka yang menderita #Covid19 hanya untuk menghasilkan uang yang hilang ketika negara-negara berhenti berpartisipasi dalam program penyalagunaan," ujar akun Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Perburuhan Departemen Luar Negeri AS melalui Twitter pekan lalu.
Sebelum peristiwa itu, AS mengkritik program bantuan medis Kuba. Washington menuduh Kuba mengeksploitasi pekerja perawatan kesehatan dan menyebarkan propaganda.