REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada Selasa (31/3) waktu setempat meminta Israel untuk mengurangi jumlah tahanan Palestina di penjara-penjara Israel karena wabah virus corona atau Covid-19. Palang Merah menilai saat ini yang menjadi tantangan terbesar bagi para tahanan adalah wabah corona.
"Virus corona adalah tantangan utama bagi otoritas penahanan (Israel), tetapi kewajibannya terhadap tahanan tetap terlepas dari kesulitan akibat krisis saat ini," kata komite dalam sebuah pernyataan sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Rabu (1/4).
Palang Merah menyatakan pihaknya telah menyarankan otoritas penahanan di Israel dan wilayah yang diduduki untuk mempertimbangkan pengurangan jumlah tahanan. Palang Merah memahami keprihatinan keluarga para tahanan dan menambahkan bahwa mereka terus mengunjungi penjara untuk memastikan perawatan bagi tahanan Palestina.
Pada Ahad kemarin, Otoritas Palestina mendesak ICRC untuk campur tangan melindungi warga Palestina di penjara-penjara Israel dari virus Covid-19. Pada Rabu (25/3) lalu, Palestina melaporkan kematian pertama akibat infeksi virus Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah Palestina, Ibrahim Milhem, mengatakan bahwa orang yang meninggal tersebut ialah pasien perempuan berusia 60 tahun dengan riwayat penyakit yang serius. "Meninggal di Tepi Barat yang diduduki," kata Milhem.
Belum ada laporan terbaru terkait jumlah kasus corona di Palestina. Namun pada Rabu (25/3) kemarin Milhem mengatakan data menunjukkan bahwa ada 64 kasus Covid-19 terdeteksi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sementara itu, 17 pasien Covid-19 dinyatakan telah pulih.
Menteri Kesehatan Palestina Mai Al-Kaileh mengatakan telah diputuskan untuk mengaktifkan peta kedaruratan di wilayah Betlehem dan Jericho. Dengan demikian, semua lembaga pendidikan dan pusat pelatihan di Kegubernuran Betlehem ditutup selama 14 hari. Semua masjid dan gereja, termasuk gereja Nativity di Bethlehem, juga akan ditutup selama dua pekan.
Setelah pertama kali muncul di Wuhan, China pada Desember, virus telah menyebar ke lebih dari 179 negara dan wilayah, menurut data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University yang berbasis di AS. Jumlah kematian global akibat virus ini telah melampaui 40 ribu.