REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Polisi Israel telah menggunakan drone, helikopter, dan granat kejut dalam beberapa hari terakhir untuk mencegah orang-orang berkumpul di lingkungan Yahudi ultra-Ortodoks di Yerusalem. Tindakan keras ini dilakukan bagi orang-orang yang menentang langkah-langkah Kementerian Kesehatan dalam memperlambat penyebaran virus corona.
Beberapa orang di lingkungan itu melakukan perlawanan sesekali dan pelecehan verbal saat petugas menegakkan tindakan. "Nazi!" teriak sekelompok anak laki-laki ketika polisi menarik orang-orang dari jalan-jalan sempit Mea Shearim.
Selain menyiarkan pesan 'Tetap di Rumah' dari helikopter dan pesawat nirawak, polisi telah mengeluarkan pelanggar dengan denda. Pertemuan publik saat ini terbatas hingga 10 orang dan setiap warga harus menjaga jarak dua meter.
Warga didesak untuk tinggal di rumah kecuali mereka perlu membeli makanan, mendapatkan perawatan medis, atau pergi bekerja yang dianggap penting oleh negara. Namun, komunitas ultra-Ortodoks yang kebanyakan tinggal di wilayah padat dan miskin tidak bisa menaati peraturan tersebut. Mereka tetap beribadah tiga kali sehari dengan massa yang cukup besar. Beberapa rabi juga meragukan tingkat risiko virus corona.
Kepala ultra-Ortodoks ZAKA yang merupakan kelompok sukarela dalam kesehatan,
Yehuda Meshi-Zahav, mengatakan sebagian besar orang Yahudi ultra-Ortodoks mengikuti arahan Kementerian Kesehatan. Hanya sekelompok kecil yang menentang, mungkin karena alasan politik.
"Segala sesuatu yang mereka lakukan tidak memiliki nilai ketika mereka merupakan 'bom waktu' karena siapa orang akan terinfeksi," kata Meshi-Zahav tentang mereka yang tidak mengikuti pedoman pemerintah.
Israel telah melaporkan 4.347 kasus virus corona dan 15 kematian. Peringatan Kementerian Kesehatan menyatakan jumlah korban bisa mencapai ribuan ketika masyarakat tidak mengikuti pedoman yang telah diberlakukan.