Kamis 02 Apr 2020 20:59 WIB

Pengungsi Palestina di Tepi Barat Khawatir Pandemi Covid-19

Pengungsi khawatir Covid-19 akan menginfeksi karena kondisi kamp sangat padat.

Pengungsi Palestina di Tepi Barat Khawatir Pandemi Covid-19 (Foto: ilustrasi pengungsi Palestina)
Foto: AP Photo/Dusan Vranic
Pengungsi Palestina di Tepi Barat Khawatir Pandemi Covid-19 (Foto: ilustrasi pengungsi Palestina)

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Malka Abu Aker adalah seorang pengungsi Palestina di sebuah kamp yang padat di wilayah Tepi Barat. Saat ini, Tepi Barat dikuasai Israel. Ia khawatir virus Covid-19 akan menginfeksi para pengungsi di sana.

Abu Aker (73) menjadi saksi bahwa kamp pengungsi yang ditinggalinya kian padat. Para pendatang terus datang, baik generasi baru maupun mereka yang baru berhasil kabur dari wilayah konflik di Timur tengah. Hal ini terus berlangsung dari tahun ke tahun sejak ia pertama datang 70 tahun yang lalu.

Baca Juga

"(UNRWA) tidak melakukan sanitasi di kamp, mereka juga tidak membersihkan tempat ini untuk upaya melawan wabah," kata Abu Aker di kamp Deheisheh, kota Bethlehem, Tepi Barat, dilansir reuters, Kamis (2/4).

UNRWA adalah badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang khusus menangani urusan pemulihan dan pekerjaan bagi pengungsi Palestina. Saat ini UNRWA harus melayani sekitar 5,6 juta orang.

"Saya telah melalui banyak masalah dalam hidup namun hari-hari belakangan ini merupakan hal tersulit yang pernah saya temui," ujar Abu Aker, yang mengatakan dirinya melarikan diri dari sebuah desa di Yerusalem ketika terjadi perang Arab-Israel tahun 1948.

Para pengungsi Palestina, mulai dari yang tinggal di kamp tepi pantai yang penuh sesak di Gaza hingga kamp kota yang cukup lengang di Beirut wilayah selatan, khawatir bantuan dari UNRWA yang saat ini sudah menyusut. Mereka akan semakin sulit di tengah krisis COVID-19.

Kesulitan pendanaan memang dialami oleh UNRWA dalam sekian tahun terakhir akibat kekurangan donor. Kondisi sudah terjadi di tengah kemunculan konflik selain penjajahan Palestina oleh Israel, yakni perang di Suriah dan Yaman.

Namun, masalah dana itu semakin meningkat setelah Amerika Serikat (AS) sebagai donor terbesar mereka menghentikan bantuan tahunan senilai 360 juta dolar (hampir Rp 6 triliun) pada 2018.

sumber : Reuters/Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement