Senin 06 Apr 2020 13:28 WIB

Petugas Medis Australia Kirim Petisi Minta Masker

Pemerintah harus transparan tentang berapa banyak APD yang tersedia

Rep: lintar satria/ Red: Hiru Muhammad
Kepala Medis Australia sebut sulit cegah orang dengan gejala corona masuk negara lain. Ilustrasi.
Foto: The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Hando
Kepala Medis Australia sebut sulit cegah orang dengan gejala corona masuk negara lain. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY--Kurangnya persediaan masker bedah N95 memicu kemarahan petugas medis di seluruh dunia. Salah satunya petugas medis Australia yang mengirim petisi ke Perdana Menteri Scott Morrison.

Petisi yang meminta akses terhadap alat pelindung diri (APD) ini sudah ditandatangani 155 ribu orang. Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan pemerintah akan segera menyebarkan 10 juta masker bagi petugas medis.

"Akan lebih banyak lagi, termasuk jumlah besar sarung tangan, jubah medis, kacamata pelindung," kata Hunt kepada stasiun televisi Nine News Television, Senin (6/4).

Pemerintah kesehatan New South Wales (NSW) mengatakan APD di rumah sakit negeri di seluruh negara bagian itu cukup termasuk persediaan masker P2 dan sanitizer. Pemerintah Negara Bagian Queensland mengatakan perusahaan setempat akan mulai memproduksi 60 ribu masker N95 per hari.

Australian Broadcasting Corp melaporkan pihak berwenang Kesehatan Australia Selatan mempertimbangkan pendekatan yang belum pernah dicoba. Yakni mengumpulkan masker N95, membersihkannya hingga steril lalu menggunakannya kembali.    

Presiden serikat petugas medis dan perawat sosial Australia, Health Services Union (HSU) Gerard Hayes mengatakan pemerintah harus transparan tentang berapa banyak APD yang tersedia. Mereka juga harus terbuka apakah persediaan tersebut cukup bila permintaan melonjak.

"Karena permintaan dan tekanan dari petugas medis meningkat lebih baik untuk memberikan kejelasan seberapa besar persediaannya dan bagaimana didistribusikan, hal itu akan menyakinkan anggota kami, saat ini kami tidak yakin," kata Hayes. 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement