Selasa 07 Apr 2020 05:47 WIB

Putus Asa karena Corona, Pengungsi Suriah Ini Bakar Diri

Bassam akhirnya meninggal pada sore hari setelah 7 jam terlantar.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Bunuh diri (ilustrasi)
Bunuh diri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Seorang pengungsi Suriah bernama Bassam Al Hallak (52 tahun) membakar dirinya sendiri di Taalbaya, daerah miskin di Kegubernuran Bekaa, Lebanon, pada Senin (5/4). Kemiskinan menahun dan tudingan sebagai pembawa virus corona diyakini sebagai pemicu peristiwa nahas itu.

Aksi nekat Bassam berlangsung tak jauh dari kediamannya pada pagi itu. Istri dan anak-anaknya baru mengetahui kejadian tersebut saat para tetangga berteriak histeris lantaran melihat Bassam menyusuri jalan dengan tubuh terbakar.

Keluarganya pun segera melarikan Bassam ke rumah sakit terdekat. Tapi, karena menderita luka bakar level 3 (paling parah), ia harus dirujuk ke rumah sakit spesialis luka bakar.

Agar bisa dirujuk, pihak rumah sakit setempat harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR). Sayangnya, persetujuan datang terlambat. Bassam akhirnya meninggal pada sore hari setelah 7 jam terlantar sembari menanggung rasa sakit.

"Selama berjam-jam, tidak ada yang menghiraukan permohonan kami untuk mendapatkan bantuan, sementara ayah saya terbaring sekarat dalam kesunyian," kata putranya, Haitham (27 tahun), dilansir AsiaNews, Senin (6/4).

Bassam dan keluarganya terpaksa menjadi pengungsi lantaran terjadi perang saudara di Suriah. Dari kota asalnya di Daraya, dekat Kota Damaskus, ia mengungsi ke Taalbaya sekitar enam tahun lalu.

Namun, demi menjaga martabatnya, Bassam enggan tinggal di tenda pengungsian. Ia memilih untuk mencari pekerjaan dan menyewa rumah di kawasan kumuh.

Pilihan itu ternyata harus dibayar mahal. Pihak UNHCR berulang kali menolak untuk memberikan bantuan ekonomi maupun makanan kepada Bassam, kata putranya Haitham (27 tahun).

Hingga pada akhirnya, Bassam "kehilangan pekerjaan sebagai tukang batu dua tahun lalu dan tak lagi mampu membayar sewa bulanan senilai 400.000 pound Lebanon (sekitar Rp 4 juta)," kata Haitham.

"Ada banyak orang seperti kami," imbuh Haitham. Bahkan, tulis AsiaNews, terdapat sekitar 5.000 pengungsi Suriah tinggal di kamp-kamp pengungsi di daerah itu atau di rumah-rumah pribadi yang bobrok di kawasan miskin.

Wali Kota Taalbaya, Sadek Mehyiddin, mengatakan, Bassam dan keluarganya memang hidup sangat miskin. Namun, pihaknya tak bisa memberikan bantuan.

"Kami menerima banyak permintaan dari keluarga yang membutuhkan setelah pemerintah (pusat) memutuskan untuk menawarkan 400.000 pound Lebanon bantuan untuk setiap rumah tangga. Tetapi bantuan itu hanyalah untuk warga Lebanon," ucapnya.

AsiaNews menulis, UNHCR baru-baru ini memang mengurangi bantuan terhadap pengungsi Suriah. Termasuk bantuan medis.

Banyak warga Suriah di Lebanon sekarang menyesal karena tidak pulang saat Pemerintah Suriah mengizinkannya sebelum menutup perbatasan dengan Lebanon. Kini masih banyak di antara mereka yang berupaya menyeberangi perbatasan secara ilegal.

Para pengungsi itu di Suriah dicurigai sebagai pembawa virus corona. Sebab, mereka datang dari Lebanon, negara dengan tingkat penularan tinggi. Namun, sejauh ini, belum ada warga Suriah di Lebanon yang dinyatakan positif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement