REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA - Singapura telah membela keputusan untuk tidak menutup sekolah karena pandemi Covid-19. Negaranya kini sudah bersiap dengan langkah-langkah baru untuk membendung penyebaran virus corona.
Menurut pemerintah Singapura, langkah tidak menutup sekolah adalah benar sebab orang-orang muda tidak terpengaruh oleh virus seperti orang dewasa. Menteri Pendidikan Ong Ye Kung mengatakan tidak ada bukti anak-anak adalah vektor penularan.
Sebelumnya, pemerintah akan menutup sekolah-sekolah di seluruh negeri dan beralih ke pembelajaran berbasis rumah mulai Rabu. Singapura adalah salah satu dari segelintir negara yang baru memulai melakukan hal itu, mengutip penelitian awal bahwa anak-anak tidak terpengaruh seperti orang dewasa.
Para peneliti di University College London menyatakan bukti dari epidemi flu dan wabah yang disebabkan oleh virus corona menujukkan dampak penutupan sekolah terhadap penyebaran penyakit ini akan kecil. "Kita tahu dari penelitian sebelumnya bahwa penutupan sekolah kemungkinan memiliki efek terbesar jika virus memiliki tingkat penularan yang rendah dan tingkat serangan lebih tinggi pada anak-anak. Ini adalah kebalikan dari Covid-19," ujar Russell Viner, seorang ahli di Institut Kesehatan Anak Great Ormond Street UCL yang turut memimpin penelitian ini dikutip laman South China Morning Post, Selasa (7/4).
"Para pembuat kebijakan perlu mewaspadai bukti samar-samar ketika mempertimbangkan penutupan sekolah untuk Covid-19. Ini mengingat efek mendalam dan tahan lama yang akan mereka miliki pada anak-anak terutama yang paling kurang beruntung," ujarnya menambahkan.
Jutaan anak-anak telah terpengaruh oleh penutupan sekolah. Banyak sekolah ditutup di berbagai belahan dunia demi menerapkan jarak sosial guna memperlambat penyebaran virus corona. Penelitian Viner dalam jurnal The Lancet Child and Adolescent Health menyebut bahwa pada 18 Maret sekitar 107 negara telah menerapkan penutupan sekolah karena wabah ini.
Untuk menganalisis dampak potensial, tim Viner meninjau 16 studi sebelumnya termasuk sembilan yang meneliti penutupan sekolah selama wabah sindrom pernapasan akut berat pada 2003. Data dari wabah Sars di China, Hong Kong, dan Singapura mencatat penutupan sekolah tidak berkontribusi untuk mengendalikan epidemi.
Para ahli yang tidak terlibat langsung dalam penelitian ini ikut mengemukakan pendapat mereka. Mereka mengatakan temuan tersebut penting dan mengonfirmasi apa yang banyak dicurigai bahwa manfaat kesehatan masyarakat dari penutupan sekolah tidak sebanding dengan biaya sosial dan ekonomi untuk anak-anak dan keluarga yang terkena dampak.
"Pekerjaan ini menunjukkan bahwa sekolah dapat dan harus mulai dibuka kembali secepatnya setelah gelombang awal kasus telah berlalu," ujar Robert Dingwall, seorang profesor sosiologi di Universitas Nottingham Trent di Inggris.
Viner mengatakan temuan tersebut mengimbau negara kini harus mengajukan pertanyaan sulit tentang kapan dan bagiamana membuka kembali sekolah. Dia menyebut langkah-langkah lain seperti masuk sekolah lebih awal, waktu istirahat diatur, menutup taman bermain, dan meminimalkan pergerakan anak-anak di kelas dapat dianggap mengurangi risiko penyebaran Covid-19.
Keputusan Singapura untuk menutup sekolah muncul ketika kasus-kasus yang dipastikan mengenai penularan lokal dan infeksi yang tidak terkait di negara itu telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Pada Senin, Singapura telah melaporkan total 1.375 kasus sejak wabah dimulai. Pada Ahad sebelumnya, negara itu mengumumkan 120 kasus baru sejauh ini yang merupakan penghitungan satu hari tertinggi.