REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- PBB dan negara-negara Arab menyambut gencatan senjata di Yaman selama dua pekan yang dimulai pada Kamis (9/4). Mereka menilai tindakan itu perlu dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
"Saya berterima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi dan koalisi Arab karena mengakui serta bertindak atas momen kritis ini untuk Yaman," ungkap Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths, dikutip laman Asharq Al-Awsat pada Jumat (10/4).
Menurut dia, para pihak yang terlibat dalam konflik Yaman harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menghentikan semua tindakan bermusuhan. "Membuat kemajuan menuju perdamaian yang komprehensif dan berkelanjutan," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Liga Arab Aboul Gheit turut menyambut gencatan senjata di Yaman. Dia menilai hal itu mencerminkan tanggung jawab koalisi Arab dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Ghiet mendesak kelompok Houthi Yaman mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Menurutnya, ini adalah kesempatan langka untuk menghentikan pertumpahan darah di negara tersebut.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Yousef bin Ahmad Al-Othaimeen mengapresiasi gencatan senjata dalam konflik Yaman. Dia berpendapat hal itu merupakan inisiatif kemanusiaan koalisi Arab untuk menghadapi tantangan pandemi Covid-19.
Al-Othaimeen menegaskan OKI akan terus mendukung rakyat Yaman dan solusi politik yang komprehensif serta adil untuk negara tersebut. Ketua Dewan Kerja Sama Teluk Dr. Nayef al-Hajraf turut memuji penerapan gencatan senjata di Yaman.
Dia berharap hal itu dapat menjadi langkah awal bagi perwakilan kelompok Houthi dan Pemerintah Yaman untuk bertemu serta membahas gencatan senjata permanen. Dengan demikian, langkah-langkah membangun kepercayaan dan proses politik dapat dimulai.
Konflik Yaman telah berlangsung sejak 2014. Pemicunya adalah dikuasainya ibu kota Sanaa oleh Houthi. Tak hanya itu, mereka pun mengontrol sebagian besar wilayah utara Yaman di sepanjang perbatasan dengan Saudi.
Pada Maret 2015, Saudi memimpin koalisi untuk melakukan intervensi militer ke Yaman. Mereka berupaya mengembalikan pemerintahan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang diakui secara internasional ke tampuk kekuasaan.
Sejak saat itu, Saudi gencar melancarkan serangan udara ke Yaman. Sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya turut terdampak serangan Riyadh.
Jutaan warga di sana mengalami kelaparan. Akses ke fasilitas atau layanan kesehatan semakin sulit. PBB telah menyebut krisis Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Menurut Armed Conflict Location and Event Data Project, konflik Yaman telah menyebabkan lebih dari 100 ribu orang, termasuk gerilyawan Houthi dan warga sipil, tewas.