REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Kamis (9/4) menggelar sidang untuk pertama kalinya dengan pembahasan soal pandemi virus corona. Badan PBB beranggotakan 15 negara itu, yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan dunia, selama ini bergelut untuk mencapai kesepakatan soal perlu atau tidaknya mengambil tindakan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres secara pribadi dan virtual memberikan pemaparan kepada Dewan soal penyakit itu. "Pandemi ini juga merupakan ancaman signifikan bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan berpotensi mengarah pada peningkatan kerusuhan sosial dan kekerasan yang akan sangat merusak kemampuan kita untuk memerangi penyakit ini," kata Guterres kepada Dewan.
Keterlibatan Dewan Keamanan akan sangat penting di tengah upaya untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 pada perdamaian dan keamanan. "Tentunya, sinyal persatuan dan ketetapan dari Dewan akan banyak diperhitungkan pada keadaan yang membuat gelisah ini," katanya.
Menurut penghitungan Reuters, pandemi virus corona Covid-19 sejauh ini sudah menjangkiti 1,5 juta orang dan menghilangkan 90.000 nyawa orang di lebih dari 200 negara dan wilayah. Banyak diplomat terutama menyalahkan kelambanan Dewan Keamanan terhadap pandemi di Amerika Serikat dan China.
Beijing tidak menginginkan Dewan terlibat, dengan alasan bukan bagian dari mandatnya. Sementara itu, Washington bersikeras bahwa setiap tindakan Dewan perlu mengacu pada asal-usul virus, arah yang sangat mengganggu China. Virus corona baru, yang menyebabkan penyakit pernapasan COovid-19, pertama kali muncul di Kota Wuhan di China akhir tahun lalu.
"Adalah diskusi yang salah saat ini soal penamaan virus. Ini adalah Covid-19 dan virus itu mengancam perdamaian dan keamanan internasional dan Dewan Keamanan seharusnya sudah mengeluarkan tanggapan lebih awal," kata seorang diplomat senior Eropa, yang tidak ingin disebutkan namanya.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun pada Kamis mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa badan tersebut harus menolak tindakan stigmatisasi dan politisasi.
Presiden AS Donald Trump menyebut virus corona sebagai virus China. Ia pada bulan lalu mengatakan Beijing seharusnya bertindak lebih cepat untuk memperingatkan dunia.