Selasa 14 Apr 2020 17:11 WIB

Ventilator Bukan Faktor Penyebab Kematian Covid-19

Logikanya ketika pasien Covid-19 harus dibantu ventilator kondisinya sudah berat.

Petugas mempersiapkan alat medis ventilator di RS Darurat Covid-19 Kompleks Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta, Ahad (22/3). Pemerintah menyiapkan sebanyak 2.500 kamar tidur di tower enam dan tujuh Wisma Atlet yang akan digunakan sebagai RS Darurat Covid-19 untuk menangani pasien Covid-19.
Foto: Thoudy Badai/Republika
Petugas mempersiapkan alat medis ventilator di RS Darurat Covid-19 Kompleks Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta, Ahad (22/3). Pemerintah menyiapkan sebanyak 2.500 kamar tidur di tower enam dan tujuh Wisma Atlet yang akan digunakan sebagai RS Darurat Covid-19 untuk menangani pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesialis paru dr Andika Chandra Putra menerangkan isu naiknya angka kematian Covid-19 setelah pasien menggunakan ventilator mekanik. Ia mengatakan hal itu terjadi karena hanya pasien yang berada dalam tahapan kritis atau dalam kondisi berat yang seharusnya menggunakan alat bantu pernapasan tersebut.

"Kalau kebutuhannya sudah maksimal artinya pasien sudah tidak bisa bernapas secara spontan lagi. Harus dibantu dengan mesin, akan dibantu memakai ventilator dengan dilakukan intubasi," kata dokter paru yang berpraktik di RS St. Carolus itu ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (14/4).

Baca Juga

Logikanya, kata dia, ketika pasien sudah dibantu dengan secara maksimal dengan alat bantu ventilator mekanik yang dimasukkan dengan intubasi tentu pasien berada dalam kondisi berat. Intubasi endotrakeal sendiri adalah tindakan medis memasukkan tabung endotrakeal melalui mulut atau hidung untuk menghubungkan udara luar dengan paru-paru.

Karena kondisi itu kemungkinan sembuh pasien yang menggunakan ventilator mekanik lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan atau hanya membutuhkan nassal cannula atau selang bantu pernapasan.

"Bukan pemasangan ventilator yang membuat pasien meninggal tapi kondisinya yang menyebabkan meninggal. Karena kita melakukan pemberian bantuan oksigen disesuaikan dengan kondisi pasien. Kalau diberikan ventilator berarti kondisinya sudah berat," tegas Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut.

Menurut beberapa pengalaman dan statistik, kata dr Andika, memang pasien Covid-19 yang kondisinya berat dan harus menggunakan ventilator itu memiliki angka keberhasilan tidak begitu tinggi. Yang dimaksud berhasil adalah ketika pasien sudah tidak membutuhkan bantuan ventilator lagi untuk bernapas atau bisa dilakukan proses pengurangan bantuan mesin itu untuk bernapas secara perlahan.

Tanpa Covid-19 pun, tegasnya, ventilator sudah memiliki risiko karena proses intubasi berarti memasukkan benda asing ke dalam tubuh akan menyebabkan munculnya risiko infeksi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement