REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menginginkan perlakuan hukum yang adil, baik saat Paskah maupun Ramadhan, selama pandemi virus corona. Saat Paskah maupun Ramadhan tidak boleh ada perlakuan istimewa.
"Sekarang banyak orang di Amerika sangat hati-hati melihat apakah upaya yang sama akan diterapkan saat Ramadhan nanti," kata Trump dikutip dari laman Aljazirah, akhir pekan lalu.
Trump menduga kemungkinan akan ada perbedaan saat Ramadhan. Pasalnya, dia telah melihat perbedaan cukup besar di AS. Sebelumnya, Trump mengunggah ulang cicitan penulis konservatif Paul Sperry yang mengajak masyarakat melihat keadilan saat Ramadhan dibandingkan Paskah pada 12 April lalu.
"Mari kita lihat apakah pihak berwenang menegakkan perintah pembatasan jarak sosial untuk masjid selama Ramadan (23 April-23 Mei) seperti yang mereka lakukan di gereja selama Paskah," kata Sperry.
Sebelumnya, seorang pendeta Virginia yang terus berkhotbah menentang aturan tinggal di rumah meninggal dunia pada pekan lalu setelah tertular virus corona. Sementara itu, para pendeta di dua gereja besar di Florida dan Louisiana juga telah ditangkap atas tuduhan pelanggaran ringan karena melanggar perintah tinggal di rumah.
Saat diwawancarai Aljazirah, Trump mengaku baru melakukan komunikasi dengan para imam, menteri, dan rabi. Trump mengakui bisa berkomunikasi baik dengan pemimpin agama apa pun.
Dia menghargai kepercayaan siapa pun. Namun, Trump berpendapat para politisi memperlakukan agama yang berlainan dengan sangat berbeda. Kepercayaan Kristiani seperti diperlakukan sangat berbeda dari sebelumnya. Menurut dia, hal itu sangat tidak adil.
Dalam sebuah cicitan akhir pekan lalu, Dewan Hubungan Amerika-Islam menyebut komentar Trump tidak koheren dengan tagar "Islamofobia". Sementara itu, organisasi advokat Muslim mengatakan Trump menyiarkan kebencian "anti-Muslim".
Trump juga dianggap anti-Muslim saat melarang kedatangan pelancong dari beberapa negara mayoritas Muslim. Hal itu terjadi bahkan sebelum penerapan jarak sosial menjadi masalah besar di antara para pemimpin agama.
Trump telah dikritik karena penanganannya terhadap pandemi corona yang telah menginfeksi lebih dari 700 ribu orang di AS. Lebih dari 160 ribu orang meninggal di seluruh dunia karena virus yang berasal dari Wuhan, China, itu.
Pandemi telah membatalkan pertemuan dan pergelaran keagamaan sejak pembatasan sosial dalam skala besar yang diterapkan di negara bagian di seluruh negara mulai Maret lalu. Aturan jarak sosial membuat umat Kristiani gagal berkumpul saat Paskah. Begitu juga umat Yahudi Amerika yang diharuskan mengubah ritual Seder menjadi pertemuan virtual pada 8 April.