REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa memperpanjang lockdown secara nasional pada Ahad (19/4) hingga dua pekan ke depan. Meski begitu, penambangan di negara tersebut dapat dibuka kembali dengan alasan negara perlu menjaga ekonomi tetap berjalan.
Lockdown yang dimulai pada 30 Maret 2020, seharusnya berakhir pada tengah malam Ahad (19/4). Dilansir di New York Times akhir pekan lalu, dalam pidato yang disiarkan televisi kantor pusat ibu kota Zimbabwe, Harare, Mnangagwa mengatakan, perpanjangan diperlukan untuk mencegah penyebaran virus dan mempersiapkan masa-masa buruk yang mengintai di depan.
Zimbabwe dengan populasi sekitar 16 juta orang, telah melakukan 2.226 tes dan mencatat 25 kasus positif dan tiga kematian. Mnangagwa mengatakan Zimbabwe perlu meningkatkan kapasitas pengujian sebelum lockdown bisa dicabut. Namun, Zimbabwe dihadapkan dengan kelaparan di tengah kenaikan harga pangan.
Seorang warga yang tinggal di Warren Park, arian Gumbo (46 tahun) mengatakan dia sudah tidak punya makanan sekarang. "Aku hanya pedagang kaki lima yang menjual tomat dan sayuran. Dengan perpanjangan lockdown berarti kelaparanku dengan keluargaku juga diperpanjang," kata Gumbo.
Menurut Kementerian Tambang Zimbabwe, penambangan adalah bisnis besar di Zimbabwe, terhitung sekitar 16 persen dari gross dimestic product (GDP) di negara itu. Namun, hanya beberapa tambang yang diizinkan beroperasi selama lockdown. Dalam pengumumannya, Mnangagwa juga mengatakan, pemerintah sangat menyadari perlunya menjaga perekonomian tetap berjalan, meskipun pada level yang biasa.
Mnangagwa menyebut, pemerintah setempat telah memutuskan untuk mengizinkan sektor pertambangan untuk melanjutkan atau meningkatkan operasi. "Ini dilakukan dalam parameter yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai jarak sosial dan langkah-langkah keselamatan kesehatan masyarakat lainnya," kata Mnangagwa.