Kamis 23 Apr 2020 17:01 WIB

Tim Medis di Kota Sirte Libya Diculik Kelompok Bersenjata

Kondisi keamanan di Libya masih memberuk di tengah wabah Covid-19.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nashih Nashrullah
Kondisi keamanan di Libya masih memberuk di tengah wabah Covid-19. Ilustrasi kelompok bersenjata Libya.
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Kondisi keamanan di Libya masih memberuk di tengah wabah Covid-19. Ilustrasi kelompok bersenjata Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI— Dua dokter, satu perawat dan satu pembantu administrasi rumah sakit di Kota Sirte, Libya, diculik kelompok bersenjata.

Pernyataan ini disampaikan Kementerian Kesehatan pemerintah yang didukung oleh PBB, Rabu (23/4).

Baca Juga

Melalui pernyataan kementerian menyebutkan pihaknya "mengecam keras serangan dan penculikan dokter beserta pembantu medis di Rumah Sakit Ibn Sina di Sirte," sekitar 450 km bagian timur Ibu Kota Tripoli.

"Kementerian menganggap pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok penjahat di kota tersebut, seperti penculikan, penghilangan paksa, dan penyerangan terhadap orang-orang tak bersalah dan personel medis, menghambat pekerjaan rumah sakit dan sektor kesehatan, yang menyediakan layanan medis kemanusiaan bagi warga," bunyi pernyataan tersebut.

Kementerian meminta para tetua dan kepala suku Sirte segera melakukan upaya pembebasan terhadap pekerja medis yang diculik.

Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas penculikan tersebut.

Sejak awal Januari, Sirte telah dikuasai militer yang bermarkas di timur, yang memimpin aksi militer terhadap pemerintah dukungan PBB di Tripoli dan sekitarnya.

Pada Selasa lalu (21/4), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan akan peningkatan secara cepat kekerasan dan dapat mendorong krisis kemanusiaan yang memburuk di Libya. Kondisi tersebut akan berubah menjadi kejahatan perang.

Sementara Misi PBB di Libya tidak mengidentifikasi pelaku kekerasan, peningkatan dramatis penembakan tanpa pandang bulu. Dalam beberapa hari terakhir, peristiwa penembakan terjadi di daerah-daerah sipil padat di ibukota, Tripoli, yang menewaskan lima warga sipil dan melukai 28 orang.

Pasukan komando Khalifa Hifter di Timur telah mengepung Tripoli sejak April lalu. Mereka berusaha merebut kota itu dari pemerintah yang mendapatkan dukungan internasional, termasuk PBB.

Pertempuran antara kedua kelompok telah menjadi jalan buntu yang kacau. Kelompok Government of National Accord (GNA) yang menduduki Tripoli mendapatkan kekuatan udara Turki telah melawan dengan menyerang Tarhuna, benteng utama barat dan jalur pasokan pasukan Hifter 45 mil di tenggara Tripoli.

Selama beberapa minggu terakhir, pasukan Hifter telah meluncurkan roket ke sasaran sipil, termasuk fasilitas kesehatan. Penembakan intensif terhadap Tripoli telah mengirim ribuan orang melarikan diri dari rumah meskipun lockdown diterapkan karena penyebaran virus korona.

Dalam serangan terbaru, roket Grad yang diluncurkan oleh pasukan Hifter menyerang dua rumah sakit lapangan. Menurut Kementerian Kesehatan, serangan itu melukai lima pekerja medis pada Senin (20/4).

Pekan lalu, PBB mengatakan, peluru artileri merusak unit perawatan intensif Rumah Sakit Kerajaan Tripoli. Serangan ini menjadi pukulan terhadap sistem perawatan kesehatan yang sudah rentan untuk menanggapi pandemi Covid-19.

PBB juga menyatakan keprihatinan tentang nasib warga sipil di Tarhuna setelah serangan militer GNA. Tanpa menyebut nama pasukan yang berbasis di Barat, pihaknya menyesalkan penangkapan sewenang-wenang, penyalahgunaan warga sipil, dan pejuang serta pemutusan pasokan listrik dan gas.

Pasukan GNA mengklaim keuntungan medan perang di sekitar Tarhuna. Sementara pasukan Hifter mengatakan mereka menggagalkan serangan itu. Kedua belah pihak melaporkan membunuh dan menangkap milisi saingan.

Dewan Suku Tarhuna merilis pernyataan, pejabat setempat Sheikh Al-Abed Mohamed Al-Hadi dan putra-putranya telah ditembak mati. Peristiwa itu terjadi ketika GNA menyerbu rumah mereka selama akhir pekan.

PBB juga telah memperbarui permintaan untuk gencatan senjata kemanusiaan sehingga pihak berwenang Libya dapat menangani darurat kesehatan Covid-19. PBB mendesak penghentian peningkatan serangan sembarangan dan mencolok. 

sumber : Antara/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement