Cina memperkuat cadangan bahan bakar nasional dengan memanfaatkan anjloknya harga minyak menyusul pandemi corona. Nilai impor pada bulan Maret meningkat sebanyak 4,5%. Angka pembelian pada kuartal pertama 2020 mencatat peningkatan serupa, berkisar di 5%.
Anjloknya harga minyak dunia merepotkan perusahaan minyak negara dan diprediksi akan menunda rencana pengembangan industri migas seperti yang sudah disiapkan pemerintah. Namun sebaliknya buat sektor manufaktur dan transportasi, perkembangan ini serupa hujan duit.
Pemerintah Cina pun memanfaatkan harga yang murah untuk menambah cadangan minyak strategis. Langkah ini diambil demi mempersiapkan diri jika pasokan energi kembali terganggu di kemudian hari.
"Di tengah semua ini, impor minyak Cina malah bertambah karena harga yang murah memungkinkan penumpukan cadangan” kata Peter Lee, analis senior industri minyak dan gas di lembaga konsultan Fitch Solutions.
"Kesempatan sekali dalam satu abad"
Importir Cina dikabarkan mengirimkan 84 kapal tanker ke Arab Saudi pertengahan Maret lalu. Saat itu harga minyak mulai menukik ke kisaran 30 Dollar AS per barrel. Kapal tanker sebanyak itu mampu mengangkut dua juta barrel sekaligus, menurut laporan media yang mengutip asosiasi industri pembuatan kapal di Cina.
Harga yang rendah "menciptakan efek positif pada Cina,” tulis Komisi Politik dan Hukum di Partai Komunis Cina melalui akun media sosialnya.
Namun pergerakan negatif harga minyak menyisakan kerugian di tempat lain. Perusahaan migas pelat merah, PetroChina Ltd., yang juga merupakan produsen minyak terbesar di Asia, "mungkin kehilangan uang dalam jumlah besar," kata analis industri Max Petrov di Wood Mackenzie.
"Jika perusahaan menghentikan investasi, dan karena karakter ladang minyak di Cina, akan butuh waktu yang sangat lama untuk memulihkan kapasitas produksi ke kondisi awal,” kata dia. "Prosesnya akan memakan waktu bertahun-tahun dan menelan dana yang sangat besar.”
September silam Kementerian Energi Nasional melaporkan cadangan minyak strategis nasional sebesar 385 juta barrel. Untuk ukuran Cina, jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri selama 80 hari.
Jika kapasitas penyimpanan ditingkatkan, pemerintah Cina mampu mengimpor hingga 900 ribu barrel minyak per hari, sekitar 5% hingga 9% dari total nilai pembelian minyak luar negeri, kata Lee dari Fitch Solutions.
Komisi Politik dan Hukum di PKC juga menilai anjloknya harga minyak membuka kesempatan unik bagi Cina untuk menambah cadangan strategis nasional, tanpa mengindikasikan adanya kebijakan terkait oleh pemerintah Beijing. "Ini adalah kesempatan sekali dalam satu abad,” tulis komisi tersebut.
"Pulangkan kapal tanker kalian!"
Reaksi berbeda ditunjukkan oleh Amerika Serikat menyusul sikap Presiden Donald Trump yang mempertimbangkan penghentian impor minyak. Pandangan serupa ikut dibagi oleh petinggi Partai Republik yang lain.
Senator AS Ted Cruz misalnya mendesak Arab Saudi untuk menghentikan pengiriman minyak ke Amerika Serikat, "pulangkan kapal tangker kalian!," tulisnya melalui Twitter.
Cruz merujuk pada armada tanker Arab Saudi yang mengangkut 40 juta barrel minyak Bumi dan sedang dalam perjalanan menuju Amerika Serikat.
Akibatnya pemerintah di Riyadh berniat mengalihkan armada tanker itu ke tempat lain, lapor Reuters. Awalnya Saudi mencari tempat penyimpanan sementara, namun batal lantaran tingginya harga sewa.
Perusahaan minyak pemerintah, Aramco, mengaku situasinya terkendali. "Perubahan pada tujuan pengiriman sudah biasa di dalam bisnis ini, terutama menyangkut perusahaan sebesar kami,” tulis perusahaan dalam keterangan persnya.
Selain menghentikan impor minyak sepenuhnya, Gedung Putih juga mempertimbangkan menggandakan cukai terhadap minyak kiriman Saudi tersebut.
Sikap dramatis pemerintah di Washington dipicu tekanan dari industri pengolahan minyak di dalam negeri yang tidak lagi membeli minyak mentah. Kebanyakan mereka absen dari pasar minyak lantaran masih mengolah cadangan minyak mentah yang sudah ada.
Permintaan atas bahan bakar minyak sendiri anjlok menyusul karantina massal yang ikut melumpuhkan sentra produksi dan mobilitas penduduk.
Industri pengolahan minyak AS berpusat di pesisir barat, di mana Marathon Petroleum, Exxon Mobil, Chevron atau Philipps 66 tercatat sebagai pemain terbesar. Kawasan ini mewakili separuh dari total pembelian minyak mentah Amerika Serikat.
Menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), pada 10 April lalu kapasitas penyimpanan cadangan minyak di pesisir barat sudah mencapai 65%.
Adapun kapasitas penyimpanan minyak di Pantai Teluk AS yang meliputi Texas, Alabama dan Florida sudah mencapai 55%.
Harga merangkak naik
Pembukaan perdagangan pada Kamis (23/4) membawa kejutan positif, saat harga minyak jenis Brent mulai pulih dan merangkak 9% ke kisaran 22 Dollar AS. Sementara West Texas Intermediate (WTI) yang sempat anjlok ke angka di bawah nol kini bertengger di kisaran 15 Dollar AS per barrel.
Sebagian analis menduga eskalasi konflik Iran yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump ikut mengerek harga minyak ke atas. Trump Rabu (22/4) menulis telah memerintahkan Angkatan Laut AS untuk "menenggelamkan" kapal Iran yang "mengganggu" kapal perang AS, tulisnya lewat Twitter.
Perintah tersebut diumumkan sepekan setelah 11 kapal milik Garda Revolusi Iran mendekati kapal AS. "Kami tidak akan tinggal diam," kata Trump dalam jumpa pers di Gedung Putih, Kamis (23/4).
Namun seperti dilaporkan Financial Times, analis lain menilai asumsi bahwa eskalasi konflik Iran telah memperkuat harga minyak dunia terlalu dini. Pemulihan harga minyak bisa juga disebabkan oleh persepsi positif pasar atas keputusan pengurangan produksi oleh negara-negara produsen minyak.
rzn/hp (rtr, afp, ft, ap)