REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Ribuan warga Israel menggelar aksi unjuk rasa menentang kesepakatan pemerintah persatuan. Kesepakatan baru itu dinilai dapat membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali berkuasa di tengah tuduhan korupsinya.
Para pengunjuk rasa menentang Netanyahu yang masih menjadi perdana menteri karena dia adalah seorang tersangka kriminal dengann tuduhan korupsinya.
Mereka mengatakan, perjanjian pemerintah persatuan menghancurkan demokrasi dan malah digunakan untuk menyelmatkan Netanyahu dari masalah hukum yang menjeratnya.
Netanyahu dijadwalkan akan menghadapi persdiangan bulan depan atas tuduhan penipuan, pelanggaran kepercayaan, dan menerima suap. Namun, perdana menteri telah berulang kali membantah melakukan kesalahan.
Dilansir Aljazirah, unjuk rasa pada Sabtu (25/4) memenuhi pusat Rabin Square Tel Aviv. Demonstrasi mereka lakukan tetap dengan menjaga jarak dua meter seturut dengan peraturan kesehatan yang berlaku di masa pandemi Covid-19.
Para pengunjuk rasa mengenakan masker dan mengibarkan bendera Israel, dan tulisan-tulisan yang menyerukan Netanyahu pada tindak korupsinya. Seorang juru bicara kepolisian mengatakan, ratusan orang menghadiri unjuk rasa itu, namun laporan media setempat mengatakan, ribuan orang telah mengambil bagian dalam aksi itu.
Netanyahu dan mantan kepada militer dan asingannya Benny Gantz menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan pada Senin lalu. Hal itu dilakukan setelah sekian lama negosiasi gagal mencapai kesepakatan.
Kesepakatan itu memberi Netanyahu dorongan signifikan ketika dia berjuang untuk mempertahankan kekuasaan sementara menangkis tuduhan korupsi. Partainya akan mendapatkan pengaruh atas penunjukan yudisial yang dapat membantu Netanyahu jika kasusnya mencapai Mahkamah Agung.
Kesepakatan itu mensyaratkan persetujuan kedua belah pihak mengenai penunjukan pejabat, termasuk jaksa agung dan jaksa penuntut negara. Hal itu bisa memberikan Netanyahu hak veto atas para pejabat yang memegang kendali atas nasib hukumnya.