REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi memperpanjang keadaan darurat di negaranya selama tiga bulan, terhitung sejak Selasa (28/4). Keputusan itu diambil dalam rangka menghadapi ancaman terorisme.
“Angkatan Bersenjata dan Kepolisian telah diarahkan di bawah keputusan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menghadapi bahaya terorisme, termasuk pendanaannya, menjaga keamanan di seluruh negeri, melindungi properti publik dan pribadi, serta menyelamatkan nyawa warga negara,” kata Middle East News Agency dalam laporannya.
Mesir mulai menerapkan pembatasan sejak terjadinya serangan bom terhadap dua gereja Kristen Koptik pada April 2017. Serangan itu diklaim oleh kelompok yang terafiliasi ISIS. Pembatasan diperbarui secara berkala.
Warga Mesir harus menghadapi pembatasan lebih lanjut karena merebaknya virus korona baru penyebab Covid-19. Pekan lalu Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly mengatakan penerapan jam malam dari pukul 21.00 hingga 06.00 akan dipertahankan.
Sebagian dari langkah-langkah pelonggaran, mal dan toko diizinkan beroperasi setiap hari hingga pukul 17.00 selama Ramadan. Restoran pun diperbolehkan buka, tapi hanya melayani pemesanan untuk dikirim atau dibawa pulang.
Madbouly mengatakan perekonomian Mesir telah sangat terpengaruh oleh krisis Covid-19. Oleh sebab itu pemerintah mempertimbangkan pelonggaran pembatasan lebih lanjut. Harapannya keadaan dapat kembali normal setelah Ramadan. “Kami berusaha mencapai keseimbangan antara melindungi kesehatan warga dan mempertahankan aktivitas ekonomi,” ujar Madbouly.
Mesir memiliki 4.782 kasus Covid-19 dengan korban meninggal 337 jiwa.