REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Jajak pendapat yang dirilis Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) menunjukkan selama pandemi virus corona Covid-19 kondisi kerja reporter berita di seluruh dunia memburuk. Hal itu karena baik serangan terhadap kebebasan pers maupun kehilangan pekerjaan atau pendapatan.
IFJ menganalisis tanggapan 1.308 jurnalis dari 77 negara. Tiga dari empat jurnalis menghadapi berbagai larangan, halangan, dan intimidasi ketika meliput krisis virus corona.
"Hasil ini memperlihatkan tren yang mengkhawatirkan atas menurunnya kebebasan media dan pemotongan jurnalisme di saat akses terhadap informasi dan jurnalisme yang berkualitas sangat penting," Sekretaris Jenderal IFJ Anthony Bellanger, Kamis (30/4).
Dua pertiga dari pegawai perusahaan media atau jurnalis lepas mengatakan kondisi kerja mereka memburuk mulai dari pemotongan gaji, kehilangan pemasukan hingga kehilangan pekerjaan.
"Jurnalisme adalah barang publik dan butuh dukungan publik dan intervensi dan halangan politik harus diakhiri," kata Bellanger.
Dalam jajak pendapat yang digelar bulan April ini. Hampir semua jurnalis lepas mengatakan mereka kehilangan pendapatan atau kesempatan kerja. Bekerja selama krisis virus corona juga mengorbankan kesehatan mental jurnalis.
Hampir setengahnya mengalami kegelisahan berlebihan dan strees. IFJ juga melaporkan lebih dari seperempat responden mengatakan mereka tidak dibekali peralatan yang memadai untuk bekerja di rumah saat pemerintah memberlakukan karantina nasional atau wilayah, langkah yang diterapkan demi memutus rantai penularan virus. Satu dari empat orang tidak mendapatkan alat pelindung yang memadai saat melakukan liputan di lapangan.
"Ketika ditanya tentang kondisi kebebasan media di negara mereka sebagian besar mengatakan semakin memburuk," kata IFJ.
Organisasi itu mencatat sejak pandemi dimulai sudah puluhan jurnalis ditangkap atau digugat. Hampir setiap satu dari empat jurnalis mengatakan mereka kesulitan mendapatkan akses informasi dari pemerintah atau sumber resmi. Banyak jurnalis mengeluhkan pembatasan sosial atau mengajukan pertanyaan selama konferensi pers.
"Dari Yunani sampai Indonesia dan dari Chad hingga Peru, para jurnalis menggunakan kata-kata seperti berbahaya, problematik, buruk, memburuk, menurun, dan larangan dalam menilai kondisi kebebasan pers," kata IFJ.