Jumat 01 May 2020 15:56 WIB

7 Juta Anak Afghanistan Terancam Kelaparan Akibat Lockdown

Afganistan butuh bantuan untuk mengahdapi badai kelaparan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Mati kelaparan/ilustrasi
Foto: osocio.org
Mati kelaparan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Lebih dari tujuh juta anak-anak di Afghanistan beresiko kelaparan. Harga makanan di Afganistan melambung akibat pandemi Covid 19.

Juru bicara Save the Children mengatakan negara itu menghadapi badai kelaparan, penyakit, dan kematian. Ini bisa dicegah jika masyarakat internasional mengambil tindakan. Badan amal ini mengatakan sepertiga dari populasi, yang mencakup 7,3 juta anak-anak, menghadapi kekurangan makanan.

Baca Juga

Dilansir di BBC, Jumat (1/5), PBB baru-baru ini memasukkan Afghanistan dalam daftar negara-negara yang berisiko kelaparan. Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan dunia menghadapi pandemi kelaparan.

Afghanistan telah menderita hampir dua dasawarsa sejak pasukan pimpinan AS menggulingkan Taliban pada tahun 2001. Peristiwa ini  meninggalkan negara ini dengan sistem perawatan kesehatan yang hancur dan miskin.

Ketika kasus covid 19 menyebar, pemerintah memberlakukan lockdown di ibukota, Kabul, pada akhir Maret dan provinsi-provinsi lain segera menyusul.  Gerakan selain berbelanja untuk kebutuhan dasar sangat dibatasi dan bepergian antar kota dilarang.

Save the Children mengatakan harga makanan naik tepat pada saat anak-anak membutuhkan nutrisi harian yang cukup untuk membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka.

Bahkan sebelum pandemi itu, diperkirakan lebih dari lima juta anak-anak Afghanistan membutuhkan suatu bentuk bantuan kemanusiaan. Survei PBB terbaru menunjukkan bahwa sekitar dua juta anak berusia di bawah lima tahun menghadapi kelaparan ekstrem.

Mengutip angka dari WFP, laporan itu mengatakan harga tepung terigu dan minyak goreng di pasar utama kota Afghanistan telah meningkat hingga 23 persen dalam sebulan terakhir. Hal ini karena permintaan melampaui pasokan. Biaya beras, gula dan pulsa meningkat antara 7 -12 persen.

Ditambah dengan kenaikan harga, upah buruh harian turun karena lockdown menyebabkan banyak yang kehilangan pekerjaan.

"Sebagian besar tenaga kerja Afghanistan bergantung pada sektor informal, tanpa jaring pengaman saat pekerjaan langka," kata laporan itu.

Menurut Save the Children, hanya 0,3 dokter per 1.000 orang di Afganistan. Direktur badan amal di Afghanistan, Timothy Bishop mengatakan bahwa bagi banyak warga Afghanistan, dampak pandemi terbesar bukanlah virus itu sendiri, tetapi kelaparan yang disebabkan oleh lockdown dan kerusakan jalur pasokan.

"Kami sangat prihatin bahwa pandemi ini akan mengarah pada badai kelaparan, penyakit, dan kematian yang sempurna di Afghanistan kecuali dunia bertindak sekarang," kata Bishop.

Dia mengatakan bahwa Afghanistan menghadapi risiko yang sangat nyata bahwa anak-anak bisa mati karena kelaparan. Yang mereka butuhkan adalah komunitas internasional untuk segera memberi bantuan pasokan makanan untuk didistribusikan ke beberapa komunitas yang paling rentan di negara itu.

"Kami juga mendesak pemerintah Afghanistan untuk  memfasilitasi distribusi makanan yang cepat, meskipun ada lockdown secara nasional," katanya.

Dia menambahkan bahwa anak-anak Afghanistan telah cukup menderita. Sebagian besar tidak tahu apa-apa selain konflik dalam hidup mereka.

"Kita tidak bisa membiarkan Covid-19 untuk merampok masa depan mereka lebih lanjut." ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement