REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Afghanistan kemungkinan menghadapi bencana kesehatan dari pandemi virus corona. Hal itu disampaikan dalam sebuah laporan yang dirilis oleh Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), John Sopko kepada Kongres Amerika Serikat (AS).
Pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19 dapat mengancam terhentinya upaya perdamaian di Afghanistan. Penyebaran virus tersebut secara signifikan telah berdampak pada Afghanistan, mulai dari penutupan lintas batas yang menjadi kendala pengiriman bantuan kemanusiaan dan inisiatif perdamaian.
"Sistem perawatan kesehatan yang lemah, meluasnya malnutrisi, perpindahan internal secara besar-besaran, kedekatan dengan Iran, dan konflik yang sedang berlangsung, memungkinkan Afghanistan menghadapi bencana kesehatan di masa mendatang," ujar Sopko.
Sopko menambahkan, naiknya harga pangan di negara miskin itu akan memperburuk krisis yang kini masih berlangsung. Laporan itu mengatakan, NATO menolak untuk menyediakan data rilis publik tentang jumlah serangan yang diluncurkan oleh Taliban dalam tiga bulan pertama tahun 2020.
Itu adalah pertama kalinya publikasi data ditolak, sejak SIGAR mulai menggunakannya untuk melacak tingkat dan lokasi kekerasan pada 2018. NATO mengatakan, data tersebut menjadi bagian penting dari pertimbangan internal pemerintah AS mengenai negosiasi dengan Taliban yang telah meningkatkan serangan terhadap pasukan keamanan Afghanistan sejak perjanjian perdamaian pada 29 Februari.
Ketika pandemi virus corona menyebar, Washington telah menekan Taliban dan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani untuk membebaskan ribuan tahanan pemerintah. Jumlah tahanan yang dibebaskan telah membantu upaya perdamaian. Departemen Kesehatan Afghanistan mengatakan, jumlah kasus virus corona yang dikonfirmasi yakni hampir 2.200 kasus dengan 64 kematian.