REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH — Pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Palestina Michael Lynk mengaku khawatir jika Amerika Serikat (AS) mendukung rencana Israel mencaplok Tepi Barat. Menurutnya, AS seharusnya tidak bersekongkol dengan Israel.
Lynk mengatakan AS adalah kekuatan positif di berbagai bidang untuk penciptaan sistem hukum internasional modern pasca-perang. Washington memahami bahwa jaringan hak dan tanggung jawab yang kuat adalah jalan terbaik menuju perdamaian serta kemakmuran global.
“Sekarang, AS secara aktif mendukung dan berpartisipasi dalam pelanggaran mencolok hukum internasional. Tugas hukumnya adalah mengisolasi pelaku pelanggaran HAM, bukan bersekongkol dengan mereka,” kata Lynk dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Sabtu (2/5).
Terkait pencaplokan Tepi Barat, Lynk menilai PBB dan negara anggotanya tidak bisa lagi hanya melayangkan kritik tanpa konsekuensi. "Aneksasi yang menjulang itu adalah ujian lakmus politik bagi masyarakat internasional. Aneksasi ini tidak akan dibatalkan melalui teguran dan pendudukan berusia 53 tahun itu tidak akan mati karena usia tua,” ucapnya.
Menurutnya masyarakat internasional harus meninjau daftar sanksi guna menahan laju tindakan ilegal Israel lebih lanjut. Hal itu dapat dilakukan, misalnya dengan melarang produk yang berasal dari wilayah permukiman ilegal Israel.
Perjanjian yang dijalin atau sedang diusulkan dengan Israel juga mesti ditinjau. “Saat ini penyelidikan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) harus didukung,” ujar Lynk.
Dia menilai memang harus ada konsekuensi bagi setiap tindakan yang melanggar hukum internasional. “Hanya ini yang bisa memaksa kepemimpinan politik Israel untuk melakukan hal yang benar,” katanya.
Pemerintah Israel telah mengutarakan rencananya untuk secara resmi menganeksasi Tepi Barat. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu meyakini AS akan memberikan lampu hijau bagi negaranya untuk mengambil langkah tersebut. Sebab, hal itu termaktub dalam rencana perdamaian Timur Tengah yang telah disusun pemerintahan Donald Trump.
Dalam rencananya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Rencana tersebut menuai banyak kritik karena dianggap berpihak pada kepentingan politik Israel.
Pada 22 April lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Israel adalah pihak yang akan mengambil keputusan apakah akan mencaplok Tepi Barat atu tidak. AS hanya akan membagi pandangannya mengenai masalah tersebut.