Senin 04 May 2020 10:43 WIB

Dampak Virus Corona Ekonomi Yordania Turun Tiga Persen

Menteri Keuangan Yordania Mohammad Al Ississ ungkap dampak ekonomi corona

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pekerja dengan memakai masker sebagai upaya pencegahan Covid-19 mengumpulkan jeruk untuk diekspor. Menteri Keuangan Yordania Mohammad Al Ississ ungkap dampak ekonomi corona. Ilustrasi.
Foto: AP/Nariman El-Mofty
Pekerja dengan memakai masker sebagai upaya pencegahan Covid-19 mengumpulkan jeruk untuk diekspor. Menteri Keuangan Yordania Mohammad Al Ississ ungkap dampak ekonomi corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN - Perekonomian Yordania menurun tiga persen pada tahun ini karena dampak virus corona. Pernyataan itu diungkapkan Menteri Keuangan Mohammad Al Ississ.

Kebijakan karantina wilayah yang ketat melumpuhkan bisnis sehingga menyebabkan pendapatan pemerintah anjlok. Maret lalu, Dana Moneter Internasional (IMF), menyetujui program empat tahun senilai 1,3 miliar dolar AS dengan kerajaan itu.

Baca Juga

IMF telah memperkirakan perekonomian Yordania akan tumbuh sekitar 2,1 persen pada 2020 kemudian secara bertahap meningkat dalam beberapa tahun mendatang menjadi 3,3 persen. "Dampak dari pukulan ekonomi besar yang melanda perekonomian lokal telah mendalam dan ini akan terus berlanjut," kata Mohammad Al Ississ dalam sambutannya di televisi pemerintah.

Pemerintah dalam beberapa hari terakhir memperlonggar pembatasan. Kondisi ini memungkinkan sebagian besar bisnis untuk kembali beroperasi setelah karantina wilayah ketat hampir dua bulan. Ekonomi yang semakin anjlok meningkatkan kekhawatiran bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kebangkrutan dapat memicu kerusuhan sosial, kata para pejabat.

Al Ississ mengatakan pendapatan pemerintah anjlok hingga 610 juta dinar (860 juta dolar AS) pada tahun ini hingga April dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi tersebut mendorong defisit fiskal jauh melampaui perkiraan sebelumnya sebesar 2,3 persen dari produk domestik bruto.

"Pendapatan kami telah mengalami guncangan besar dan ini akan mengarah pada peningkatan defisit. Tetapi kami tahu kami berada dalam pertempuran untuk bertahan hidup dan melindungi perekonomian kami," kata Al Ississ.

Namun krisis itu tidak akan mendorong negara untuk mengurangi pengeluaran publik sebesar 9,8 miliar dinar (14 miliar dolar AS) untuk tahun 2020, kata Al Ississ. Ekonom memperingatkan bahwa stabilitas fiskal dipertaruhkan jika pemerintah tidak mengendalikan pengeluaran publik yang meningkat pesat karena pemerintah berturut-turut berusaha menenangkan aparatur negara untuk menjaga stabilitas.

IMF mewajibkan kerajaan untuk melanjutkan reformasi struktural dan konsolidasi fiskal untuk mengurangi utang publik sebesar 42 miliar dolar AS. Angka itu setara dengan 97 persen dari produk domestik bruto yang meningkat dalam dekade terakhir karena pekerjaan di sektor publik yang membengkak.

Al Ississ menyatakan pemerintah tetap berkomitmen untuk membayar jatuh tempo utang lokal dan luar negeri serta gaji aparatur negara. "Kami berkomitmen untuk membayar cicilan dan pembayaran hutang dalam dan luar negeri dan tidak ada ketakutan akan hal ini," katanya. Pemerintah akan mengambil 'langkah-langkah finansial signifikan' yang akan menggambarkan kemampuan negara itu untuk menahan guncangan eksternal.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement