Senin 04 May 2020 19:20 WIB

Covid-19, 17 Jurnalis Terima DW Freedom of Speech Award 2020

Sejumlah jurnalis di dunia menghadapi ncaman pembunuhan, ditangkap, hingga menghilang

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
DW
DW

Di tengah pandemi virus corona, DW memutuskan untuk memberikan penghargaan Freedom of Speech Award 2020 kepada 17 jurnalis dari 14 negara. Mereka mewakili semua jurnalis di seluruh dunia yang menghilang atau ditangkap atau diancam karena memberitakan pandemi Covid-19.

Serbia: Ana Lalic

Jurnalis wanita yang bekerja untuk situs web berita Nova.rs ini dipenjara selama dua hari setelah menerbitkan artikel tentang minimnya peralatan medis dan alat pelindung diri di Kota Novi Sad, Serbia.

Slovenia: Blaž Zgaga

Jurnalis investigasi lepas yang juga merupakan anggota Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ), Blaž Zgaga, menerima pelecehan dari pemerintah dan ancaman pembunuhan oleh orang tidak dikenal.

Belarus: Sergej Sazuk

Jurnalis dari situs berita online Yezhednevnik, Sergej Sazuk, ditahan pada 25 Maret 2020 dan dibebaskan pada 4 April 2020 karena tuduhan menerima suap. Sebelum ditahan, Sazuk mengritik pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19. Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, mengatakan sebelumnya bahwa "harus ada yang menjaga media yang melaporkan pandemi ini."

Rusia: Elena Milashina

Pada 12 April 2020, jurnalis investigasi Rusia untuk Novaya Gazeta, Elena Milashina, menerbitkan sebuah artikel yang memberitakan bagaimana pihak berwenang Chechnya menangani pandemi ini. Sehari berselang, Milashina menerima ancaman pembunuhan di media sosial oleh Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov sendiri.

Venezuela: Darvinson Rojas

Jurnalis lepas Darvinson Rojas ditangkap secara brutal, diinterogasi, dan dipenjara selama 12 hari setelah memberitakan penyebaran Covid-19 di Venezuela. Rojas didakwa atas ujaran kebencian, namun akhirnya ia dibebaskan dengan jaminan pada 2 April 2020.

Iran: Mohammad Mosaed

Jurnalis lepas Mohammad Mosaed ditangkap pada Februari lalu setelah mengritik kurangnya kesiapan pemerintah menangani wabah virus corona. Menurut Koalisi One Free Press, Mosaed dilarang mempraktikkan jurnalisme dan pihak berwenang telah menangguhkan akun media sosialnya.

Zimbabwe: Beatific Ngumbwanda

Reporter surat kabar mingguan TellZim, Beatific Ngumbwanda, ditangkap pada 8 April 2020 karena melanggar peraturan lockdown. Ia ditahan selama beberapa jam meskipun ia memiliki kartu akreditasi pers.

Uganda: David Musisi Karyankolo

Jurnalis TV Bukedde, David Musisi Karyankolo, dipukuli di rumahnya oleh petugas kepolisian pada awal April lalu, mengakibatkan dirinya koma selama 10 jam. Petugas dari kepolisian yang bertanggung jawab kemudian ditangkap karena dugaan penyerangan terhadap jurnalis.

Turki: Nurcan Baysal

Jurnalis pemenang penghargaan dan pembela hak asasi manusia, Nurcan Baysal, menghadapi dua pemeriksaan dan tuduhan terpisah yakni menghasut publik untuk permusuhan dan kebencian, atas komentarnya pada tanggapan pihak berwenang terkait virus corona.

Turki: İsmet Çiğit

Pemimpin redaksi surat kabar SES Kocaeli, İsmet Çiğit, ditangkap sehubungan dengan pemberitaan online pada 18 Maret 2020, tentang dua orang di Kocaeli yang dilaporkan meninggal karena Covid-19. Ia kemudian dibebaskan, OSCE melaporkan.

Yordania: Fares Sayegh

Sebagai salah satu media terkemuka di Yordania, Roya TV berkontribusi menyediakan informasi terkini tentang Covid-19 dan melaporkan berbagai kekurangan dalam langkah-langkah keamanan yang diambil pemerintah pada tahap awal penyebaran wabah corona di sana. Menyusul berita yang menyertakan wawancara warga tentang hal itu, Direktur Pelaksana Fares Sayegh dan seorang rekannya ditangkap pada 9 April 2020, namun kemudian dibebaskan tiga hari kemudian dengan jaminan.

India: Siddharth Varadarajan

Siddharth Varadarajan, salah satu editor pendiri surat kabar online The Wire, mendapatkan panggilan polisi pada 10 April, setelah memberitakan seorang politisi yang melanggar pedoman Covid-19 dengan menghadiri upacara keagamaan. The Wire dituduh menyebabkan "kerusuhan" dan "kepanikan."

Kamboja: Sovann Rithy

Jurnalis TVFB, Sovann Rithy ditangkap pada 7 April 2020 karena "hasutan yang menyebabkan kekacauan dan membahayakan keamanan sosial" menurut Perdana Menteri Hun Sen, yang memberitakan pemerintah tidak dapat membantu pengemudi taksi di ambang kebangkrutan. Kementerian Informasi Kamboja mencabut izin media TVFB dan Rithy menghadapi ancaman dua tahun penjara jika terbukti bersalah.

Filipina: Maria Victoria Beltran

Pada 19 April 2020, aktris sekaligus penulis yang berbasis di Cebu, Maria Victoria Beltran dipenjara karena unggahan di Facebook terkait meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Kota Cebu. Walikota menyebut unggahan tersebut merupakan "berita palsu dan tindakan kriminal" dan mengancam Beltran dengan hukuman penjara.

Cina: Chen Qiushi

Pengacara, aktivis, dan jurnalis warga negara Tiongkok, Chen Qiushi, yang dikenal karena liputannya tentang protes Hong Kong 2019, mewawancarai dokter dan warga di Wuhan sebelum menghilang pada 6 Februari 2020.

Cina: Li Zehua

Jurnalis yang juga mantan presenter CCTV, Li Zehua, menghilang di Wuhan pada 26 Februari 2020 saat meliput krisis virus corona. Zehua akhirnya muncul kembali di YouTube pada 22 April dan mengatakan ia telah "dikarantina dan diperlakukan dengan baik oleh petugas."

Cina: Fang Bin

Fang Bin, pengusaha yang beralih menjadi jurnalis ini, mulai melaporkan tentang Covid-19 di kota kelahirannya, Wuhan, pada awal tahun 2020. Salah satu videonya yang paling terkenal menunjukkan beberapa kantong mayat yang berada di luar rumah sakit. Setelah beberapa kali mendapat peringatan dari polisi, ia menghilang pada 9 Februari.

(ha/rap)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement