REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menyatakan, negara itu akan merasakan dampak ekonomi dari pandemi virus corona selama sembilan bulan mendatang, Selasa (5/5). Kondisi tersebut terjadi karena gangguan dari krisis global menyeret kegiatan pariwisata domestik.
"Kami memproyeksikan dampak pada ekonomi berlangsung cukup lama, tidak hanya tiga bulan, tetapi mungkin enam atau sembilan bulan," ujar Prayuth.
Menurut perkiraan dari kelompok bisnis, ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu dapat kehilangan lebih dari 1,3 triliun baht. Thailand pun bersiap dengan kehilangan pekerjaan hingga 10 juta orang akibat wabah.
"Kita perlu menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasinya," kata Prayuth.
Prayuth mengatakan, mungkin akan meminta lebih banyak orang kaya untuk bekerja sama dalam mengatasi kejatuhan ekonomi dari wabah. Langkah seperti itu telah dia lakukan dengan 20 orang terkaya di Thailand pada bulan lalu.
Pemerintah telah memperkenalkan langkah-langkah ekonomi bernilai triliunan baht untuk mengurangi dampak dari virus. Paket terbaru yang dikeluarkan senilai 1,9 triliun baht yang telah disetujui pada awal April.
Bank sentral memperkirakan ekonomi Thailand akan menyusut 5,3 persen tahun ini. Kondisi itu akan menjadi kontraksi terburuk sejak mata uang Asia dan krisis utang tahun 1998.
Saat ini, Thailand telah melaporkan 2.988 infeksi dan 54 kematian sejak wabah itu muncul pada Januari. Negara itu mulai membuka kembali beberapa bisnis pada Ahad (3/5).