Kamis 07 May 2020 14:24 WIB

Virus Corona: 'Black Swan' Baru Ekonomi Global

Pandemi virus corona sebabkan ekonomi dunia terancam resesi panjang.

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Nurullah Gur*

ISTANBUL -- Nassim Nicholas Taleb, mantan broker pasar saham derivatif yang sangat tertarik pada ilmu statistik, adalah orang pertama yang menyarankan istilah "Black Swan," yang digunakan untuk menekankan peristiwa langka yang tidak dapat diprediksi, yang berpotensi sangat mempengaruhi dunia keuangan dan sistem ekonomi global.

Dengan dampak perang dagang, Brexit, dan berbagai masalah geopolitik; ekonomi global mengalami masa sulit dan kemungkinan mengalami resesi dan perlambatan ekonomi di mana ini akan menjadi agenda global. 

Salah satu kekhawatiran adalah ketakutan akan skenario “Black Swan” menjadi kenyataan, semakin memburuknya ekonomi global, yang telah berada pada situasi rapuh selama beberapa waktu.

Wabah korona virus yang muncul di Wuhan, Cina, memunculkan kemungkinan skenario seperti itu, di mana akan meningkatkan kekhawatiran tentang ekonomi global.

Dampak dari wabah seperti itu ditafsirkan secara tergesa-gesa terutama mengaitkan dampaknya terhadap nilai tukar. Saya percaya ini menjadi pilihan yang salah. Pasar keuangan sangat bereaksi terhadap aliran informasi tentang kejadian tak terduga semacam ini.

Peningkatan dalam jumlah korban jiwa secara tiba-tiba mungkin mengakibatkan nilai saham 10 persen di pasar modal. Di sisi lain, bahkan sedikit pun kabar baik dapat dianggap sebagai kesempatan untuk membeli. 

Karena kita berbicara tentang China, yang dianggap sebagai "pabrik dunia," akan lebih bijaksana untuk menilai dampak melalui rantai pasokan, perdagangan luar negeri dan saluran sektor riil.

Untuk sepenuhnya memahami dampak yang mungkin terjadi, salah satu kasus yang paling baru untuk dilihat adalah wabah SARS 2003. Akibat dampak SARS, ekonomi China diperkirakan telah kehilangan setidaknya 2 persen pertumbuhan PDB riil-nya pada kuartal kedua tahun 2003.

Meskipun demikian, berkat paket stimulus ekonomi pemerintah China, peningkatan kinerja ekspor dan keterlambatan permintaan yang diaktifkan di pasar akhir tahun ini, ekonomi Tiongkok berhasil menutup tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 10 persen. Diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global kehilangan 0,1 poin persentase dari PDB riil karena SARS.

Dampak dari virus korona baru-baru ini, juga disebut "virus Wuhan," bisa dirasakan lebih dalam daripada dampak SARS. Ekonomi Tiongkok melemah seiring menyusutnya permintaan domestik pada kuartal kedua tahun 2003 dengan mengekspor lebih banyak barang dan jasa.

Akibatnya, tingkat ekspor China meningkat 35 persen pada tahun 2003. Fakta bahwa China menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001 juga memiliki peran besar dalam kinerja ekspor yang mengesankan ini.

Namun, China tidak lagi memiliki jari-jari aksi yang sama yang akan memungkinkannya untuk meningkatkan ekspornya dalam jumlah yang sedemikian besar. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Cina telah melalui transformasi dari model pertumbuhan berbasis ekspor ke model yang bergantung pada permintaan domestik. Pangsa pasar domestik dalam komposisi pertumbuhan jauh lebih berat sekarang daripada di masa lalu.

Dengan demikian, virus akan memperlambat permintaan domestik yang pada gilirannya akan berdampak lebih berbeda pada pertumbuhan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, epidemi dan bencana alam cenderung berdampak paling besar pada industri jasa.

Pentingnya industri jasa dalam perekonomian China telah meningkat dari 40 persen menjadi setidaknya 50 persen dalam 20 tahun terakhir. Pergeseran dalam struktur sektoral ekonomi ini dapat mengakibatkan dampak virus korona pada pertumbuhan menjadi lebih kuat dibandingkan tahun 2003.

Dibandingkan dengan tahun 2003, perdagangan luar negeri Cina lima kali lebih besar hari ini, jumlah wisatawan yang dikirim ke luar negeri enam kali lebih banyak dan bagiannya dari ekonomi global juga meningkat empat kali lipat. Tidak mengherankan jika perkembangan di China berdampak pada ekonomi global lebih dalam di banding 17 tahun yang lalu.

Kasus SARS terjadi pada saat risiko dalam ekonomi global lebih rendah, keinginan untuk berinvestasi lebih tinggi dan volume perdagangan cenderung meningkat lebih lanjut. Tapi sekarang, bersama dengan ketidakpastian dan risiko yang lebih tinggi, kita akan melalui era di mana pertumbuhan global dan volume perdagangan sulit bergerak maju karena perang perdagangan. Memburuknya harapan pada ekonomi global mungkin membuat dampak virus sedikit lebih kuat.

Seberapa banyak faktor-faktor ini akan meningkatkan dampak negatif virus Wuhan terhadap ekonomi dibandingkan dengan SARS? Dengan mengacu pada skenario di mana wabah virus korona vakan terkendali pada bulan April, Shang-Jin We,i dari Universitas Columbia membuat prediksi yang sangat optimis bahwa dampak virus terhadap pertumbuhan ekonomi China akan dibatasi hanya 0,1 persen.

Organisasi keuangan internasional memperkirakan bahwa ekonomi Tiongkok akan mengalami kerugian pertumbuhan rata-rata 0,5 persen. Ada juga pesimis besar yang memprediksi bahwa ekonomi Tiongkok akan menghadapi kehilangan pertumbuhan lebih dari 1 persen. Prediksi tentang kehilangan pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan karena kisaran virus antara 0,02 hingga 0,03 poin persentase.

Negara mana yang akan terpengaruh, dan berapa banyak?

Berdasarkan data saat ini, akan lebih bijaksana untuk memprediksi situasi dengan mengacu pada kuartal pertama dan bukan sepanjang tahun. Menurut prediksi oleh Bloomberg Economics, ekonomi global mungkin menghadapi kerugian 0,416 persen pada kuartal pertama tahun 2020. Sangat terkait dengan China dalam hal keuangan, logistik dan barang dagangan, Hong Kong adalah salah satu negara yang paling mungkin terkena dampak virus tersebut.

Perlambatan Tiongkok berarti ekspor produk lebih sedikit, yang akan memengaruhi eksportir produk utama seperti Brasil dan Australia. Sebagian besar tergantung pada China dalam barang setengah jadi, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan pada kuartal pertama tahun ini mungkin berakhir 0,4 persen, kurang dari yang diharapkan karena virus.

Karena kekurangan pasokan barang setengah jadi yang berasal dari China, sebuah perusahaan mobil Korea Selatan memutuskan untuk menghentikan operasinya untuk beberapa waktu. Masalah yang disebabkan oleh virus dan gangguan dalam ekspektasi dalam rantai pasokan global diperkirakan akan berdampak negatif terhadap AS dan berbagai negara UE. Di antara negara-negara Uni Eropa, virus ini diperkirakan paling mempengaruhi perekonomian Jerman.

Dampak terhadap ekonomi Turki kecil

Karena ketergantungan ekonomi Turki pada China kurang dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya, dampak virus Wuhan pada Turki mungkin relatif lebih sedikit. Hilangnya percepatan pertumbuhan ekonomi global dan volume perdagangan mungkin juga memperlambat pertumbuhan tingkat ekspor di Turki.

Di sisi lain, defisit perdagangan luar negeri Turki ke Cina mungkin menjadi lebih ketat. Penurunan ekspektasi pertumbuhan global juga menurunkan harga minyak. Harga minyak bumi turun di bawah 55 dolar adalah perkembangan positif dalam hal inflasi dan neraca perdaganan.

Karena terbatas, arus kas masuk semacam ini masih akan memiliki konsekuensi positif di pasar. Jika ekspektasi mengenai dampak virus pada ekonomi global semakin memburuk, bank-bank sentral yang signifikan seperti FED dan ECB dapat melakukan ekspansi moneter tambahan. Langkah kebijakan semacam itu, meskipun terbatas, akan memberi Turki lebih banyak ruang untuk bermain dalam suku bunga dan pasar mata uang. Hasil akhir dan konkret dari dampak yang mungkin saat ini (positif dan negatif) akan tergantung pada aktor mana yang lebih kuat dan lebih berpengaruh dalam pengambilan kebijakan.

Skenario paling berisiko

Ada tiga skenario berisiko yang dapat meningkatkan dampak virus terhadap ekonomi global. Risiko signifikan pertama adalah kemungkinan tidak bisa mengendalikan dampak virus. Dengan meningkatnya suhu cuaca, kemungkinan virus kehilangan daya tahannya mungkin menyebabkan skenario ini tidak terjadi.

Ketegangan sosial yang berkembang di China karena virus dan pemerintah Beijing bereaksi berlebihan terhadap situasi ini adalah skenario berisiko lainnya. Meskipun beberapa mengkritik hal ini, jelas bahwa China bertindak secara lebih transparan dibandingkan dengan reaksinya terhadap wabah SARS pada tahun 2003. Dalam situasi yang sedemikian serius, tidak mudah untuk mengendalikan semua tersebut – pertama dan paling penting di antaranya adalah proses karantina.

Dalam hal ini, pemerintah Beijing telah melakukan pekerjaan yang relatif baik sampai sekarang. Jika situasi serupa terjadi di negara Barat, tidak akan mudah untuk mengendalikan situasi seperti itu. Oleh karena itu, kemungkinan ketegangan sosial tumbuh dan hal-hal yang keluar dari kendali pemerintah Beijing rendah saat ini.

Skenario berisiko ketiga mungkin muncul jika Beijing melewatkan total produk impor yang dijamin akan dibeli dari AS dalam kerangka perjanjian fase pertama, yang akan menghasilkan reaksi tidak mengenakkan dari Presiden Donald Trump (seperti ancaman menaikkan tarif lagi).

Dalam pernyataannya tentang masalah itu, Trump menekankan bahwa dia akan mematuhi persyaratan dari perjanjian itu dan bahwa dia memiliki keyakinan penuh pada China untuk mengatasi krisis virus.

Kami telah menyaksikan Trump tiba-tiba berubah pikiran tentang banyak masalah yang tak terhitung jumlahnya. Tidaklah bijaksana untuk mempercayainya sepenuhnya dalam masalah ini. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa dia tidak akan mengalahkan China dan menggunakan situasi ini untuk keuntungannya pada kampanye pemilu 2020.

 

  • [Nurullah Gur adalah profesor di Departemen Ekonomi dan Keuangan Universitas Istanbul Medipol, dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi, keuangan - hubungan sektor riil dan ekonomi politik internasional]
  • Pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Anadolu Agency.

Link: https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/analisis-virus-korona-black-swan-baru-ekonomi-global/1736101

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement