Senin 11 May 2020 18:47 WIB

Turki: Milisi Haftar Libya “Bisa Jadi Target Sah“

Milisi pimpinan Jenderal Khalifa Haftar terus menyerang misi diplomatik di Libya.

Rep: Deutsche Welle/ Red: Elba Damhuri
Jenderal Khalifa Haftar meminta bantuan untuk melawan pemerintah Libya yang dibantu oleh Turki. Ilustrasi.
Foto: Yannis Kolesidis/EPA
Jenderal Khalifa Haftar meminta bantuan untuk melawan pemerintah Libya yang dibantu oleh Turki. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, --- Pemerintah Turki mengatakan akan mempertimbangkan pasukan milisi mantan jenderal Khalifa Haftar sebagai "target sah", jika mereka terus menyerang misi diplomatik di Libya.

Pemerintah Turki memperingatkan orang kuat Libya, mantan jenderal Khalifa Haftar, agar menghentikan serangan terhadap misi diplomatik di Libya. Dalam dua hari terakhir, beberapa serangan dilakukan dekat misi perwakilan Turki dan Italia di Tripoli.

"Jika misi dan kepentingan kami di Libya menjadi sasaran, kami akan menganggap pasukan Haftar sebagai target yang sah," kata sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Turki hari Minggu (10/5). Turki juga mengeritik PBB yang dinilainya "tetap diam terhadap pembantaian ini."

Turki selama ini mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) di Tripoli, yang juga didukung oleh PBB. Sementara Rusia, Mesir dan Uni Emirat Arab mendukung Khalifa Hatar, yang bermarkas di Tobruk dan membawahi pasukan milisi yang menamakan dirinya "Tentara Nasional Libya".

Turki juga memperingatkan negara-negara yang mendukung Haftar. "Negara-negara yang memberikan bantuan militer, keuangan, dan politik kepada Haftar bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami rakyat Libya, dan kekacauan serta ketidakstabilan negara ini," kata Kementerian Luar Negeri Turki.

Hari Minggu terjadi serentetan serangan roket di Tripoli, yang diperebutkan dengan sengit oleh pasukan pemerintah dan milisi pimpinan Khalifa Haftar. Beberapa warga sipil, termasuk seorang anak perempuan berusia lima tahun diberitakan tewas dalam serangan itu.

Misi PBB di Libya UNSMIL menyerukan kepada Khalia Haftar untuk mengakhiri "serangan serampangan" ke kawasan sipil. Juga bandara Mitiga di Tripoli, satu-satunya bandara sipil yang masih beroperasi, mengalami serangan roket. 

"UNSMIL memperbarui kecamannya atas serangan yang berdampak pada warga sipil dan infrastruktur sipil, dan menegaskan kembali seruannya kepada mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan di bawah hukum internasional untuk diadili," kata UNSMIL.

Konferensi internasional belum berhasil redakan konflik

Serangan ke bandara Mitiga terjadi ketika sebuah pesawat sipil bersiap untuk berangkat. Turki menyebut serangan itu sebagai "kejahatan perang".

Libya jatuh ke dalam kekacauan setelah diktatornya Muammar Gaddafi terguling dan dibunuh para pemberontak yang antara lain didukung oleh negara-negara NATO. Sejak itu, faksi-faksi yang bertikai terlibat peperangan sengit memperebutkan kekuasaan.

Akhir Januari 2020, pemerintah Jerman memprakarsai konferensi internasional untuk perdamaian di Libya, yang juga melibatkan pihak-pihak yang bertikai. 

Dalam konferensi itu antara lain disepakati gencatan senjata antara pihak-pihak yang berperang, dan pengiriman misi internasional untuk mengawasi gencatan senjata. Namun hingga kini pertempuran terus terjadi.

hp/vlz (rtr, ap)

sumber : Deutsche Welle
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement