REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Para hacker (peretas) dari China diduga telah mencoba mencuri penelitian vaksin dari infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Tuduhan ini diungkapkan oleh seorang pejabat negara adidaya itu pada Rabu (13/5) lalu.
Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, belum ada vaksin yang diyakini efektif untuk mencegah penyakit ini. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan kemungkinan virus tidak akan pernah hilang. Dengan kata lain, manusia harus beradaptasi dengan wabah.
Di tengah-tengah pertaruhan besar seperti itu, pejabat dari dua badan keamanan AS mengatakan, peretas yang terkait dengan China tampaknya berusaha mencuri penelitian dan kekayaan intelektual yang berkaitan dengan pengobatan dan vaksin. Dalam sebuah pernyataan, FBI serta Badan Keamanan Infrastruktur dan Cybersecurity (CISA) menyebut hal ini sebagai risiko besar terhadap Negeri Paman Sam dalam menghadapi Covid-19.
"Upaya China untuk menargetkan sektor-sektor ini menimbulkan ancaman signifikan terhadap respons negara kita terhadap Covid-19," ujar FBI dan CISA dalam pernyataan yang dilansir News 18, Kamis (14/5).
Meski demikian, kedua badan keamanan AS tersebut tidak memberikan bukti maupun contoh yang mendukung tuduhan terhadap China. Beijing telah berulang kali membantah tuduhan Washington yang menyalahkan Negeri Tirai Bambu sebagai penyebab pandemi Covid-19 dan kegagalan dalam merespons wabah yang pertama kali ditemukan di negara itu.
Nilai vaksin menjadi sorotan saat Jerome Powell, Kepala Federal Reserve AS, pada Rabu (13/5) memperingatkan bahwa aturan pembatasan yang ada di negara itu hingga saat ini dapat menyebabkan kerusakan ekonomi "abadi". Saham negara terus mengalami penurunan, bahkan ketika ia juga mengatakan ekonomi harus kembali dibangun secara substansial setelah wabah mengekang.