Kamis 21 May 2020 16:41 WIB

Filipina Jadi Pusat Eksploitasi Seksual Anak di Internet

Kebijakan karantina wilayah memperburuk eksploitasi seksual anak di internet.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Eksploitasi seksual anak di internet (ilustrasi)
Eksploitasi seksual anak di internet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan Filipina menjadi pusat baru eksploitasi seksual anak di internet. Kebijakan karantina wilayah dinilai semakin memperburuk eksploitasi.

Penelitian yang dilakukan International Justice Mission (IJM) menemukan beberapa tahun terakhir ini kasus eksploitasi seksual online terhadap anak di Filipina meningkat tajam. Terkadang orang tua menggunakan anaknya sendiri untuk memperoleh uang.

Baca Juga

"Penutupan global karena pandemi Covid-19 tampaknya meningkatkan fenomena ini," kata Pejabat Departemen Luar Negeri AS John Richmond dalam peluncuran laporan tersebut, Kamis (21/5).

IJM adalah organisasi non-profit yang membantu melacak dan mengadili pelaku pelecehan di Filipina. Richmond pejabat yang mengawasi upaya pemerintah AS memerangi penyeludupan manusia.

Ia mengatakan karantina wilayah yang bertujuan membendung penyebaran virus corona dengan melarang jutaan orang keluar rumah memperburuk pelecehan. Sebab, katanya, terkadang penyelundup justru orang tua atau anggota keluarga dekat anak-anak yang dieksploitasi.

"Dan perintah karantina artinya anak-anak ini terkunci bersama para penyelundup mereka," tambah Richmond.  

Skema webcam melibat para pedofil di AS, Kanada, Eropa, dan Australia. Mereka membayar ke fasilitator untuk melecehkan anak bahkan bayi di rumah-rumah di Filipina. Mereka menonton dan membantu menyiarkan pelecehan itu disiarkan di layanan live streaming.

Luasnya penggunaan bahasa Inggris, ketersedian koneksi internet dan sistem pembayaran internasional ditambah dengan kemiskinan dan akses terhadap anak-anak yang rentan membuat pelecehan anak sering terjadi di Filipina.  Penelitian IJM mengatkaan jumlah alamat Protokol Internet yang digunakan untuk eksploitasi seksual anak di Filipina naik dari 23.333 pada tahun 2014 menjadi 81.723 pada 2017. Kenaikannya mencapai 250 persen.

Penelitian itu menunjukkan 64 persen kasus eksploitasi seksual anak online di Filipina di inisiasi oleh pihak berwenang asing. Karena sulitnya mendeteksi pelecehan selama live streaming, sehingga kasus baru terungkap setelah pihak berwenang asing menangkap pelaku di luar negeri.

"Industri teknologi harus memprioritaskan pendeteksian semua materi eksploitasi seksual anak karena tingkat kerusakannya pada korban yang berulang kali dilecehkan secara seksual, ada anak-anak yang harus segera diselamatkan, tapi penyelamatan dimulai dengan pendeteksian dan mendorong pelaporan," kata Direktur IJM Filipina  Samson Inocencio Jr.

Penelitian IJM menemukan 90 kasus dari tahun 2011 sampai 2017 melibatkan 381 korban. Sebanyak 43 korban pelecehan berusia dari dua bulan hingga empat tahun.

Penelitian itu mengatakan rata-rata korban berusia 11 tahun, yang termuda kurang dari 1 tahun. Fakta yang mengejutkan hampir setengahnya pelecehan diatur oleh orang tua atau keluarga korban.

"Kami harus bertindak sebagai masyarakat internasional, mengakhiri impunitas sumber kedua negara seperti Filipina dan negara yang mengajukan permintaan," kata Wakil Menteri Kehakiman Filipina Emmeline Aglipay-Villar. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement