Jumat 22 May 2020 05:30 WIB

Tenaga Medis Inggris Mulai Uji Coba Hydroxychloroquine

Sebanyak 25 lokasi uji coba akan dibuka di Inggris hingga akhir Juni.

Red: Nur Aini
Hydroxychloroquine untuk Covid-19. Ilustrasi.
Foto: Caroline Blumberg/EPA
Hydroxychloroquine untuk Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para pekerja kesehatan Inggris mulai mengambil bagian dalam uji coba internasional untuk membuktikan apakah obat malaria chloroquine dan hydroxychloroquine berfungsi mencegah Covid-19.

Penelitian bernama COPCOV itu akan melibatkan lebih dari 40.000 tenaga medis yang bertugas di garda depan penanganan wabah yang berkontak dekat dengan pasien Covid-19, di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Uji coba yang dipimpin Universitas Oxford itu dilakukan dengan bantuan dari Unit Penelitian Obat-obatan Tropis Mahidol Oxford (MORU) di Bangkok itu akan terbuka bagi peserta dari Inggris mulai Kamis, dijalankan beberapa rumah sakit di Brighton dan Oxford.

Baca Juga

“Kami sungguh tidak tahu apakah chloroquine atau hydroxychloroquine bisa bermanfaat atau justru berbahaya untuk melawan Covid-19,” kata Profesor Nicholas White dari Universitas Oxford, salah satu ketua tim penelitian.

Dia menambahkan, “Cara terbaik untuk mengetahui apakah obat itu efektif mencegah Covid-19 adalah dengan melakukan uji coba secara acak.”

Nick Cammack, pemimpin percepatan pengobatan Covid-19 di Wellcome Trust—lembaga riset yang membantu mendanai uji coba itu—menyatakan hal serupa. “Jika, dan hanya jika, obat-obatan itu efektif, maka bisa ditingkatkan (produksinya) dan disalurkan ke seluruh dunia secepatnya,” kata Cammack.

Di Inggris, negara Eropa lain dan Afrika, para peserta akan diminta mengonsumsi hydroxychloroquine atau plasebo selama tiga bulan. Sementara, peserta di Asia akan mendapat chloroquine atau plasebo. Sejumlah 25 lokasi uji coba rencananya akan dibuka di Inggris hingga akhir Juni, menurut keterangan MORU, dengan rencana pendirian lokasi berikutnya di Thailand dan negara Asia Tenggara lain, Italia, Portugal, Afrika, dan Amerika Selatan.

Hasilnya diharapkan bisa diketahui akhir tahun ini. Permintaan pasar untuk obat hydroxychloroquine melonjak setelah Presiden AS Donald Trump mempromosikan penggunaan obat itu pada awal April, kendati sejumlah ahli justru tidak menyarankan demikian.

Otoritas AS telah mengizinkan penggunaan darurat hydroxychloroquine untuk pasien Covid-19. Namun, Badan Obat dan Makanan memperingatkan penggunaannya pada pasien di luar rumah sakit bisa memunculkan risiko gangguan detak jantung yang serius.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement