REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menyumbangkan 1.000 ventilator ke Brasil untuk membantu negara itu dalam menanggulangi pasien yang terinfeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Rencana itu diumumkan oleh Dewan Keamanan Nasional (NSC) pada Ahad (24/5).
“Pemerintah AS menyumbangkan 1.000 ventilator untuk membantu kebutuhan medis Brasil. Kami mengakui upaya keras Brasil dan juga akan terus memperkuat kemitraan dalam bidang pertahanan dan perdagangan,” ujar NSC, dilansir Sputnik, Senin (25/5).
Pengumuman dari NSC datang hanya beberapa saat setelah dikeluarkannya aturan terbaru dari Pemerintah AS yang melarang kedatangan orang asing ke negara itu, jika sempat melakukan perjalanan ke Brasil dalam 14 hari terakhir. Pembatasan sementara ini ditujukan untuk melindungi orang-orang di Negeri Paman Sam dari Covid-19.
Namun, pembatasan perjalanan tidak berlaku untuk urusan perdagangan antara AS dan Brasil. Aturan ditetapkan untuk para individu, di mana kedua negara saat ini tengah berjuang mengatasi dampak akibat pandemi Covid-19.
AS telah menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbesar di dunia, dengan jumlah kasus yang dikonfirmasi hingga Senin (25/5) mencapai 1.686.436 dan terdapat 99.300 kematian. Jumlah pasien yang dinyatakan pulih dari infeksi virus ini adalah 451.702 orang.
Sementara itu, Brasil kini menempati posisi kedua, dengan jumlah kasus Covid-19 di negara itu mencapai 365.213, dengan pertambahan yang signifikan dalam beberapa hari terakhir tercatat mencapai 1.595. Terdapat 22.746 kematian di negara itu, dengan kematian terbaru sebanyak 30.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan bahwa Amerika Selatan saat ini menjadi episentrum baru Covid-19, merujuk kondisi di kawasan itu seperti Eropa beberapa waktu lalu. Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan badan tersebut juga mengungkapkan keprihatinan khusus bagi Brasil.
Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China pada Desember 2019. Sejak saat itu, virus terus menyebar secara global ke berbagai negara lainnya di dunia.