REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Belgia tidak akan kembali ke langkah-langkah ketat yang telah diberlakukan selama hampir dua bulan untuk memerangi wabah virus corona. Bahkan, lockdown tak akan diterapkan jika terjadi gelombang kedua kasus Covid-19.
Negara berpenduduk 11,5 juta jiwa itu secara efektif menerapkan penguncian pada pertengahan Maret, dengan hanya toko makanan dan obat yang diizinkan beroperasi. Kegiatan lain kembali berlanjut pada Mei, termasuk pembukaan kembali toko-toko nonmakanan.
"Penguncian pertama telah menangani situasi dan telah berakhir. Ini adalah keadaan luar biasa, tetapi kami tidak memiliki kondisi seperti Italia atau Spanyol," kata Menteri Dalam Negeri Belgia Pieter De Crem kepada penyiar VTM pada Ahad (24/5).
Dia mengatakan langkah-langkah penguncian ketat bukan berarti rumah sakit di Belgia menolak orang-orang yang membutuhkan perawatan medis. "Jika terjadi gelombang kedua, maka saya pikir kita akan berada dalam situasi yang berbeda, yaitu dengan pengujian dan penelusuran. Namun saya rasa kita dapat mengesampingkan untuk kembali ke langkah-langkah ketat," ujar De Crem.
Belgia, rumah bagi markas besar EU dan NATO, telah menjadi salah satu negara yang paling parah terdampak di Eropa. Belgia mencatat 57.092 kasus Covid-19 dan 9.280 kematian, meskipun jumlah kasus, rawat inap di rumah sakit, dan kematian telah menurun sejak memuncak pada awal April.
Pemerintah Belgia akan mengadakan pertemuan dengan para pemimpin regional dan pakar ekonomi dan medis pada 3 Juni. Pertemuan ini untuk membahas pelonggaran pembatasan lebih lanjut, yang dapat meluas ke pembukaan kembali restoran dan kegiatan rekreasi.