REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam mengatakan akan tetap mendorong Undang-Undang (UU) Keamanan yang direncanakan oleh China, Selasa (26/5). Dia menjamin kalau rencana itu tidak akan membuat kebebasan dan hak asasi terganggu.
Untuk bisa melangkah lebih jauh, dia sedang menunggu rincian undang-undang tersebut. Lam menilai, undang-undang terbaru justru akan lebih mengatur seputar keamanan yang membahayakan di dalam kota semi otonom China itu.
Penyataan ini lahir setelah China mengumumkan rencana peraturan baru untuk Hong Kong pada pekan lalu. Kerangka kerja keamanan nasional baru yang diusulkan menekankan niat Beijing untuk mencegah, menghentikan, dan menghukum tindakan yang dianggap berbahaya.
Beberapa poin yang ditekankan mencoba mengatasi gejolak yang bisa membuat Hong Kong memisahkan diri dari daratan China. Beijing pun memiliki rencana untuk mempertimbangkan mendirikan markas badan intelijen di kota tersebut.
Rencana penerapan undang-undang tersebut pun mendapatkan tentangan dari warga Hong Kong. Unjuk rasa kembali terjadi setelah beberapa bulan terhenti akibat pembatasan kegiatan karena pandemi virus corona.
Demonstrasi yang terjadi pun terjadi di jalanan pusat kota dan membuat bentrokan dengan kepolisian. Pada akhir pekan lalu, polisi memukul mundur pengunjuk rasa dengan menembakan gas air mata dan semprotan air.
Menanggapi protes yang berkembang, Kepala Keamanan Hong Kong John Lee mengatakan terorisme sedang tumbuh di kota itu. "Terorisme berkembang di kota dan kegiatan yang membahayakan keamanan nasional, seperti 'kemerdekaan Hong Kong', menjadi lebih merajalela," kata Sekretaris Keamanan itu dalam sebuah pernyataan.